Friday, September 4, 2015

Lagu Alam

Pagi ini, Sabtu 05 September 2015, tepatnya pukul 7:07 pagi. Aku coba baringkan tubuh. Merenggangkan sedikit otot yang menegang, sehabis lari pagi di sekitar kampus tercinta. Bolehlah ku sebut kampus tercinta, walaupun status sekarang belum lagi menjadi mahasiswa di sana.

Dalam perbaringan di kamar 3 x 3 meter ini, terdengar sebuah lagu, haniif yang memutarnya, sahabat sekamar. Lagu yang bisa dibilang lagu klasik, lagu yang mungkin menjadi konsumsi para generasi tua, lagu Ebiet G. Ade tepatnya. Lagu yang enak didengar, terutama bagi yang ingin mengenang masa indah yang telah berlalu, mengenang perjuangan hidup maupun mengenang percintaan. Maklum, walaupun saya termasuk generasi muda, tapi saya masih sering mendengar lagu klasik ini, baik di kos maupun di kampus ketika tak ada kerjaan. Tak jarang juga saya mendengar lagu Koes Plus maupun lagu-lagu Chrisye, lumayan untuk mengobati kenangan masa lalu, yah… yang mungkin masih sebentar berlalu tersebut.

Terus ku menghayati, membawa lamunan ku untuk mengingat lagi masa-masa KKN ketika di Raja Ampat. Suasana pesisir, desiran laut, dan ramahnya kampung menurut ku sangat cocok dengan lagu Ebiet G. Ade ini. Lagu alam yang mungkin hanya bisa dinikmati oleh yang punya kenangan manis, pengalaman yang tentunya sulit sekali dilupakan.

Ku teruskan lamunan, tak ingin berakhir di satu sisi lamunan, dia terus mencari sensasinya. Akhirnya lamunan itu berakhir pada masa-masa kecil ku. Masa kecil yang banyak dihabiskan dengan bermain. Sehabis sekolah langsung ku singsingkan baju, ku ganti dengan baju sederharna, mungkin sedikit sobek, tapi yang pasti itu aman dan tak membuatku was-was ketika ku gunakan berlari-lari dengan teman-teman, ketika ku gunakan untuk terjun ke kubangan air, ketika ku gunakan berlari-lari di sawah yang penuh dengar lumpur. Oooh… betapa senangnya masa itu, masa ketika alam tak menjadi batasan bagi seorang bocah dengan jiwa yang bebas. Semua lepas, terbang, mungkin sampai kayangan.

Ku bayangkan saat itu, aneka permainan yang menjadi barang mahal anak-anak jaman sekarang. Bola kasti, lompat karet, kelereng, kejar benteng, tapak gunung, tok dal, dan mengejar layangan memenuhi kembali pikiran ku saat ini. Masa yang tak mungkin lagi terulang. Masa ketika permainan tak hanya menggerakan jari pada joy stick, masa ketika tangan tak hanya memegang benda berbentuk segi empat sampai sibuk sendiri. Masa itu adalah masa ketika yang dilatih tak hanya fisik, tapi juga pikiran, strategi, kerjasama, dan rasa tenggang rasa terhadap sesama. Permainan yang penuh makna.

Masa itu adalah masa, ketika setiap suasana layaknya lagu alam, yang siap diputar kembali dalam lamunan. Lagu alam yang akan menimbulkan rasa rindu untuk terus dikenang. Latarnya adalah sawah, gunung, dan pelataran. Penari latarnya adalah teman kita yang berlari sana sini ntuk mencari indahnya tantangan. Betul-betul lagu alam, yang hanya bisa bernostalgia dalam lamunan. Semoga anak-anak jaman sekarang bisa menikmatinya kembali, dimana mereka bisa membuat lagu alamnya sendiri, mereka bisa membuat latar panggungnya sendiri, mereka bisa menentukan penari latarnya sendiri. Sehingga mereka bisa tersenyum-tersenyum sendiri dalam lamunan, seperti aku saat ini.

Wednesday, September 2, 2015

Peraduan Ku

Banyak rasa tercipta disana
Baik sedih maupun suka
Namun kini hanya bisa tertawa
Ternyata semua indah pada akhirnya

Terkadang tersenyum sendiri
Memandang langit yang berselimut sepi
Ternyata aku tak sendiri
Ada mereka yang menemani

Terkadang menangis sendiri
Merasa hidup yang penuh narasi
Sampai tak kuat menghadapi
Namun mereka tegar dan menopangku dari sisi

Jauh aku mungkin telah berjalan
Atau mungkin hanya perasaan
Dan ternyata aku masih di pelataran
Malambaikan tangan, dan berpura-pura air mata berguguran

Oh ternyata tidak, aku baru setengah jalan
Tengah jalan yang banyak rayuan
Tengah jalan yang terkadang memeras perasaan
Tengah jalan yang mencegah ntuk kembali ke peraduan

Sepertinya memang harus terus maju
Maju sambil memikirkan yang dibelakang
Tak perduli hati beradu
Karena yang ku pikirkan adalah masa depan

Bukan aku tak peduli
Apalagi mencoba untuk lari
Aku hanyalah pria yang mencoba terus berdiri
Walau dalam langkah terbanyang adanya perih

Lebih baik aku beristirahat dulu
Memikirkan yang di belakang ataupun yang di hadapanku
Merenungi semua jalan ceritaku
Agar semua indah dan layak dikenang selalu