Pagi ini, Sabtu 05 September
2015, tepatnya pukul 7:07 pagi. Aku coba baringkan tubuh. Merenggangkan sedikit
otot yang menegang, sehabis lari pagi di sekitar kampus tercinta. Bolehlah ku
sebut kampus tercinta, walaupun status sekarang belum lagi menjadi mahasiswa di
sana.
Dalam perbaringan di kamar 3 x 3 meter ini, terdengar
sebuah lagu, haniif yang memutarnya, sahabat sekamar. Lagu yang bisa dibilang
lagu klasik, lagu yang mungkin menjadi konsumsi para generasi tua, lagu Ebiet
G. Ade tepatnya. Lagu yang enak didengar, terutama bagi yang ingin mengenang
masa indah yang telah berlalu, mengenang perjuangan hidup maupun mengenang percintaan.
Maklum, walaupun saya termasuk generasi muda, tapi saya masih sering mendengar
lagu klasik ini, baik di kos maupun di kampus ketika tak ada kerjaan. Tak jarang
juga saya mendengar lagu Koes Plus maupun lagu-lagu Chrisye, lumayan untuk
mengobati kenangan masa lalu, yah… yang mungkin masih sebentar berlalu
tersebut.
Terus ku menghayati, membawa lamunan ku untuk mengingat lagi
masa-masa KKN ketika di Raja Ampat. Suasana pesisir, desiran laut, dan ramahnya
kampung menurut ku sangat cocok dengan lagu Ebiet G. Ade ini. Lagu alam yang
mungkin hanya bisa dinikmati oleh yang punya kenangan manis, pengalaman yang tentunya
sulit sekali dilupakan.
Ku teruskan lamunan, tak ingin berakhir di satu sisi
lamunan, dia terus mencari sensasinya. Akhirnya lamunan itu berakhir pada masa-masa
kecil ku. Masa kecil yang banyak dihabiskan dengan bermain. Sehabis sekolah
langsung ku singsingkan baju, ku ganti dengan baju sederharna, mungkin sedikit
sobek, tapi yang pasti itu aman dan tak membuatku was-was ketika ku gunakan berlari-lari
dengan teman-teman, ketika ku gunakan untuk terjun ke kubangan air, ketika ku
gunakan berlari-lari di sawah yang penuh dengar lumpur. Oooh… betapa senangnya
masa itu, masa ketika alam tak menjadi batasan bagi seorang bocah dengan jiwa
yang bebas. Semua lepas, terbang, mungkin sampai kayangan.
Ku bayangkan saat itu, aneka permainan yang menjadi
barang mahal anak-anak jaman sekarang. Bola kasti, lompat karet, kelereng,
kejar benteng, tapak gunung, tok dal,
dan mengejar layangan memenuhi kembali pikiran ku saat ini. Masa yang tak
mungkin lagi terulang. Masa ketika permainan tak hanya menggerakan jari pada joy stick, masa ketika tangan tak hanya
memegang benda berbentuk segi empat sampai sibuk sendiri. Masa itu adalah masa
ketika yang dilatih tak hanya fisik, tapi juga pikiran, strategi, kerjasama,
dan rasa tenggang rasa terhadap sesama. Permainan yang penuh makna.
Masa itu adalah masa, ketika setiap suasana layaknya lagu
alam, yang siap diputar kembali dalam lamunan. Lagu alam yang akan menimbulkan
rasa rindu untuk terus dikenang. Latarnya adalah sawah, gunung, dan pelataran. Penari
latarnya adalah teman kita yang berlari sana sini ntuk mencari indahnya tantangan.
Betul-betul lagu alam, yang hanya bisa bernostalgia dalam lamunan. Semoga anak-anak
jaman sekarang bisa menikmatinya kembali, dimana mereka bisa membuat lagu
alamnya sendiri, mereka bisa membuat latar panggungnya sendiri, mereka bisa
menentukan penari latarnya sendiri. Sehingga mereka bisa tersenyum-tersenyum
sendiri dalam lamunan, seperti aku saat ini.