Saturday, September 20, 2014

Adik Ku yang Berkerudung Merah



Tiga minggu telah berlalu, dan dermaga itu pun masih sangat ingat akan peristiwa yang telah kita lalui. Semua masih tergambar jelas dalam benak ini. Kau menangis saat itu, dengan kerudung merah yang kau kenakan.
             
Pertemuan kita memang terasa tak biasa. Semua berawal dari senyuman. Kau membalas senyuman itu, sambil kau berlari jauh dan tak kembali. Setiap perjumpaan ingin sekali bibir ini menyapa. Namun aku hanyalah pria yang tak piawai di depan wanita.
                 
Entah prangsangka apa yang ada dalam hati mu? Tapi setidaknya kau perlu tau apa yang ada di hati Ku.
                  
Sungguh semua terasa tak biasa. Entah mengapa? Aku sendiri pun tidak tau. Siang berganti malam, malam pun berganti dengan datangnya siang. Seakan mereka tak perduli, mereka terus berlaju dengan pasti. Mereka tak memahami perasaan ini, sampai akhirnya datang sebuah perpisahan.

Ketika kau menyapa terkadang aku yang kurang peka, dan ketika aku yang menyapa ternyata kau juga tak sepeka apa yang kukira. Semua seperti permainan, permainan yang hasil akhirnya tidak terduga.

Kau memang tampak tak begitu cantik, namun kau sangat manis. Kulitmu yang sedikit gelap, alismu yang tebal, dan matamu yang indah sekarang sudah menjadi kenangan. Benar, kenangan yang sangat sulit untuk dilupakan.
           
Hanya dua kali aku menjumpaimu memakai kerudung. Sungguh kau terlihat cantik dengannya. Aku tidak bohong. Kau terlihat lebih dewasa. Sungguh kakak tidak bohong. Pertama kau pakai dengan yang berwarna biru, yang kedua kau pakai dengan yang berwarna merah. Yang berwarna merah itu bertepatan sekali dengan waktu kepulangan ku.

Aku masih sangat ingat, ketika aku pulang, sehabis mandi di belakang SMP 4 Fafanlap. Kau berdiri, aku tersenyum dan kau pun membalas senyuman itu. Sungguh terlihat meneduhkan karena kau memakai kerudung merah itu.

Ketika hari semakin panas. Matahari naik tak memperdulikan yang lain. Kau pun datang. Tampak masih sangat indah karena kerudung merah itu masih melekat padamu. Entah mengapa saat itu kau berjalan mendekati ku. Ku sambut kau dengan senyuman. Seraya bibir berkata, “ kesinilah Kau!” Kau pun menghampiri ku, seraya berkata, “ada apa?” Aku pun berkata,”besok kalu kau pergi sekolah pakailah kerudung itu terus! kau nampak cantik dengannya.”
                
Mendengar perkataan itu, entah mengapa kau jadi menangis. Padahal sebelum itu kau sama sekali tidak menangis. Salahkah perkataan ini? atau kau tak terbiasa mendengarnya? Aku hanya berharap kau menjadi wanita yang sholihah. Aku tau bahwa kau adalah wanita yang baik. Sudah sekian lama aku mengamatimu, ketika yang lain berjoget kau tak ikut joget. Walaupun pada akhirnya kau ikut joget karena dipaksa oleh kawan mu.

Suatu malam ketika yang lain berjoget, aku pun mengamati mu untuk kesekian kalinya. Sungguh aku tidak suka melihat kau berjoget, saling berhadapan dengan semua pria yang tentu saja menurunkan nilai kemulianmu sebagai wanita. Tetapi kau terus saja menari, seakan kau bangga bahwa itu benar.

Dan kini kita telah berpisah, hanya bisa mengenang semua yang telah terjadi. Biarkan dermaga menjadi saksi akan pertemuan kita, saksi ketika perpisahan terjadi, dan aku hanya bisa memandang mu dari atas kapal fajar Indah II. Selamat berpisah wahai gadis manis dengan kerudung merah, semoga kelak kita bisa bertemu kembali. Sungguh aku sangat merindukan mu.

Teruntuk Adikku di Fafanlap
Rachmad Hidayat, pria yang terpele.
Location: Yogyakarta, Yogyakarta City, Special Region of Yogyakarta, Indonesia

0 comments: