Monday, September 29, 2014

Kesan di Suatu Malam

"Malam yang indah, tapi sayang...."
Malam ini yang entah tanggal berapa. Juga rasanya tak terlalu penting, hanya semakin mengingatkan akan jadwal pengerjaan skripsi yang kini juga masih dalam proses pengerjaan. Udara cukup dingin, cukup membuat badan sedikit bergetar, semakin bergetar tubuh ini ketika dihentakkan musik yang berasal dari sound system yang mengiringi beberapa penari di acara Jogja street dance.
                
Acara Jogja street dance adalah suatu pagelaran berbagai jenis tarian yang berasal dari beberapa negara. Tarian pada malam itu mempertunjukan tarian tradisional. Kebetulan pada malam itu hanya mempertunjukan tarian dari negara Indonesia dan Australia. Acara ini memang acara rangkain yang digelar selama tiga hari berturut-turut.
                 
Riuh suara penonton pun semakin ramai ketika penari pertama masih ke panggung. Tarian yang pertama ini berasal dari daerah bekasi, entah namanya apa saya lupa, karena dirasa kurang penting untuk diingat. Tarian yang di sajikan oleh beberapa wanita dan beberapa laki-laki, tampak dengan lincahnya berlenggak-lenggok kesana kemari. Mereka menampilkan kepiawaiyannya dalam mengolah seni gerak tubuh. Semakin menarik tarian tersebut karena disertai tubuh molek yang tak terbalut pakaian seutuhnya.
                
Tarian selanjutnya ditampilkan oleh seorang wanita kebangsaan Jepang. Apa nama tariannya dan menggambarkan makna apa tarian itu? Sama sekali aku tak ingin tau. Saat tarian jepang ini berlangsung, riuhnya suara penonton tak lagi seramai saat tarian pertama. Mungkin ini disebabkan musik pada tarian jepang ini juga tak seheboh tarian yang berasal dari Bekasi. Semua tampak lebih tenang, tarian pun hanya sekedar gerakan tak jelas. Bergerak kesana kemari mengelilingi panggung yang ukurannya tak seluas lapangan bulutangkis. Entah mengapa saat menonton tarian ini, rasa gelisah tak seperti yang pertama, mungkin karena tubuh penari yang lebih terbalut pakaian. Walaupun muka masih terbuka. Ya wajarlah, penari itu orang Jepang yang entah apa agamnya, aku pun tak tau.
                
Tarian kedua dan ketiga dilakukan oleh orang yang sama. Seorang perempuan, berparas India namun dia berasal dari Australia. Perempuan tersebut menampilkan tarian bernuasa India. Tarian yang mengkombinasikan antara permain mata, keluwesan tangan, dan hentakan kaki. Aku memang bukan seorang pengamatan tarian, jadi wajar selama berjalannya acara tersebut, sedikit pun aku tak paham akan maknanya. Hanya menonton saja, bahkan saya lebih tertarik mengamati polah penonton yang sungguh menggambarkan keadaan remaja Indonesia saat ini.
                 
Datanglah waktunya pementasan tarian yang terakhir. Tarian yang kembali ditampilkan oleh orang indonesia, dengan pakaian yang lebih terbuka, yang hanya tertutupi mulai dari atas dada sampai di atas mata kaki. Baju yang dikenakan juga tak kalah ketat dibandingkan balutan selendang pada bayi, yang berusaha agar tubuhnya tak bengkok karena pertumbuhan yang tak teratur. Motifnya memang pakaian tradisional, namun tetap saja di mata ini penilaian tidak akan berubah.
                 
Selama berjalannya acara, badan ingin sekali pergi. Meninggalkan tempat itu dan mencari tempat yang dapat menenangkan tubuh. Kala itu perasaan sungguh gelisah, entah mengapa aku bisa sampai tempat ini? Tempat yang menampilkan kemolekan wanita, dan semua menonton entah dengan pandangan apa? Pada malam itu pikiran ku terus melayang, memikirkan sesuatu yang sepertinya juga bukan urusanku. Mengapa banyak wanita dengan mudahnya membuka aurat mereka. Aku memang bukan pria yang sempurna, masih banyak kesalahan dalam diri ini. Namun aku selalu berdoa kepada Allah, semoga aku diberikan jodoh yang sholihah. Setia menjaga setiap lekuk tubuhnya hanya untuk suami tercinta. Tak mengobralnya kesana kemari, mencari pandangan lelaki lain.
                 
Apa memang sudah begini keadaan dunia? Sepertinya memang begitu. Ketika wanita tak lagi menjaga kemuliaanya. Wanita bersuami dan wanita berpacaran sekarang sudah kabur dan sangat sulit dibedakan. Mereka dengan bangganya memamerkan kemesraan yang belum syah ikatannya. Berbonceng kesana kemari, merangkul dengan eratnya. Ah buat iri saja. Kami memang lelaki jomblo, yang setia menjaga kehormatan sampai akhirnya menemukan cinta pertama sekaligus cinta terakhir. Kami lelaki yang akan menguatkan mental untuk menemui orang tua sang bidadari. Bidadari yang akan menjadi tambatan hati. In sya Allah kebahagian buat kamu penjaga kehormatan dari dunia sampai akhirat.


Location: Yogyakarta, Yogyakarta City, Special Region of Yogyakarta, Indonesia

0 comments: