Wednesday, September 24, 2014

Jagalah Anak-anak Kita

"Generasi Fafanlap, mutiara yang tersimpan"
 
  Badan yang lelah, tak membuat alam berhenti bergerak. Semua bergerak secara teratur. Memenuhi setiap sendi-sendi kehidupan. Begitu juga kehidupan masyarakat Fafanlap, berjalan sebagaimana mestinya. Anak-anak bermain dengan riangnya, seakan-akan mereka belum tahu akan kerasnya dunia ini. Para orang tua pun masih sibuk dengan segala aktivitas kesehariannya, salah satunya  adalah mencari nafkah untuk keluarga tercinta. 

         Matahari yang tadinya gagah menghadang, menatap kita dengan panasnya yang terang, sekarang sudah berganti kawannya sang rembulan yang lebih sejuk, indah dipandang, dan mampu menemani malam kita dengan sebuah kenangan. Tepatnya rembulan terang di bulan Ramadhan. Bulan pembelajaran, pengampunan, dan kemenangan bagi umat Islam. Alhamdulillah di Kampung Fafanlap tempat kami mengabdi, tim KKN PPM UGM unit PPB 01, merupakan kampung dengan penduduk 100% Islam. Hal ini membuat bulan ramadhan kami akan semakin berbeda dan terkenang.

          Tepatnya 12 Juli 2014, sore hari, sesaat setelah kami datang di Kampung Fafanlap ini. Sekaligus hari pertama kami di tanah Misool. Suasana senja terasa sungguh berbeda. Bunyi riuh ombak, jeritan anak-anak yang bermain di sekitar dermaga, dan suara hembusan angin pesisir merupakan suatu hal yang jarang sekali kami rasakan ketika berada di Jogja. Mereka semua menyambut dan membelai kami dengan suguhan yang menentramkan jiwa. Pejalanan yang kami tempuh memang bukan perjalanan yang singkat, butuh waktu tiga hari dua malam sebelum akhirnya kita sampai di sini. Semua suguhan itu semakin terasa nikmat bagi kami tim KKN PBB 01 untuk sedikit merebahkan badan, setelah tadi siang kami disibukkan dengan agenda bersih-bersih pondokan, tempat kami bernaung dan menyandarkan segala perasaan kurang lebih 50 hari di Kampung Fafanlap ini.

            Tak terasa suara tifa sudah bertalu-talu, pertanda telah datangnya waktu shalat Isa, segenap anggota KKN mempersiapkan diri untuk melaksanakan shalat Isa bersama warga sekitar. Pertanda shalat di Kampung Fafanlap ini memang sedikit berbeda dengan pertanda sholat di Jogja sana. Di sini hanya mengandalkan tifa untuk mengingatkan jamaah ketika waktu shalat telah datang, sedangkan untuk pengeras suara jarang sekali dipakai. Kami pun harus jeli dan memasang telinga lebar-lebar untuk mendengar setiap tabuhan, apabila tidak mau tertinggal shalat berjamaah dengan warga. Shalat isa pun berlangsung dengan khusuk dan diakhiri dengan dzikir bersama.

            Seselesainya shalat Isa dan dzikir bersama, kami pun melaksanakan shalat tarawih. Tarawih dengan rakaat yang lebih banyak, namun pelaksanaannya yang sedikit lebih cepat. Sungguh sangat berbeda dari segi kecepatannya dibandingkan dengan di Jogja sana. Ya lebih cepat, bahkan sampai membuat keringat sedikit bercucuran. Bahkan beberapa dari kami anggota tim KKN, satu demi satu berguguran setiap harinya. Ada yang hanya sholat delapan rakaat lalu pulang dan ada juga yang hanya shalat di pondokan saja. Walaupun terkadang ada rasa malu, malu karena kalah dengan Pak Imam yang tentu saja usianya sudah jauh lebih tua dari kami, namun beliau masih kuat untuk tarawih dengan kecepatan yang sungguh tak biasa.

            Rakaat demi rakaat tarawih kami laksanakan, sampai akhirnya shalat tarawih pun selesai. Sepintas terasa sebuah kehangatan di sela-sela kegiatan dzikir bersama. Kehangatan yang tercipta bukan hanya karena cepatnya gerakan tarawih yang menyebabkan tubuh ini sedikit berkeringat, namun kehangatan kebersamaan di tengah perbedaan yang kemudian perbedaan itu disatukan dengan keimanan. Kehangatan keimanan warga Fafanlap pada bulan Ramadhan yang penuh dengan pesan.

Tarawih pada malam itu diakhiri dengan kultum dari Pak Imam. Sosok imam kampung. Berwajah teduh, bijak, dan menunjukkan tauladan. Kearifan daerah setempat terpancar dari wajahnya. Seorang imam yang sangat dihormati dan disegani, setiap kebijakan kampung tak hanyal harus meminta persetujuan dari beliau. Bahkan kunjungan wisata yang ingin mengunjungi tempat-tempat yang dianggap keramat juga harus atas ijinya.

            Dibukalah kultum dengan ucapan syukur kepada yang Maha Kuasa dan dilanjutkan dengan shalawat kepada suri tauladan kita, Nabi Muhammad SAW. Seketika itu, Pak Imam menyampaikan beberapa nasihat yang kurang lebih inti nasihatnya adalah, “Jagalah anak-anak kita, didik, dan jangan biarkan mereka jauh dari nilai-nilai agama.” Terdengar sederhana, namun tidak begitu dengan maknannya. Pesan ini lebih mengena mengingat Fafanlap merupakan kampung pesisir yang jauh dari pusat perkotaan dan merupakan cikal bakal perkampungan di sekitarnya. 

Letak Kampung Fafanlap yang jauh dari hingar bingar perkotaan menyebabkan mayoritas pemudanya sering pergi jauh untuk merantau. Mereka pergi merantau dengan banyak alasan, baik untuk pergi menuntut ilmu, mencari pengalaman, maupun mencari sedikit penghasilan. Kondisi ini didukung dengan minimnya sumber mata pencahariaan yang ada di sana. Kegiatan merantau inilah yang menyebabkan mereka jauh dari kampung halaman dan pengawasan orang tua. 

         Apabila melihat fenomena saat ini, dimana banyak pemuda daerah yang tergoda glamornya kehidupan kota. Bukan perbaikan yang mereka bawa, tapi beban sosial baru. Mereka membawa budaya negatif kota yang merusak dan selanjutnya mereka tanamkan nilai-nilai itu di desa kelahirannya. Maka tepatlah apabila Pak Imam menyampaikan pesan ini kepada jamaah yang hadir pada saat itu, tidak lain agar kampung Fafanlap ini selalu terpelihara akan nilai-nilai keislaman dan dijauhkan dari budaya-budaya yang merusak. Sungguh sayang apabila indahnya Kampung Fafanlap tertutupi oleh noda hitam yang itu dibuat oleh generasinya sendiri.

            Kita bisa lihat Imam-imam besar dalam perjalanan sejarah Islam. Mereka pergi jauh merantau ke seluruh belahan bumi. Tetapi ketika mereka kembali, yang mereka bawa adalah ilmu. Godaan dunia tak kuasa merasuk dalam hati mereka. Karena prinsip agama ini, cukup dunia ada di genggaman tangan dan yang berada di hati hanyalah keimanan. Sekali lagi rahasianya adalah keimanan dan bekal ilmu agama yang mereka persiapkan sebelum pergi merantau.

        Pelajaran kini ku dapat, sungguh meningkatkan keimanan dan memperdalam ilmu agama sangatlah penting bagi kita seorang pemuda. Jangan sampai godaan hidup yang kita jumpai dapat merusak kepribadian kita. Persiapkan semua sejak dini dan terus belajar, terutama bekal agama. Keimanan kita harus semakin kuat terhadap berbagai godaan dunia. Sehingga ketika kita kembali ke kampung halaman, perbaikanlah yang kita persembahkan.

            Nasihat ini pun tak pelak bagi generasi-generasi tua agar dapat mempersiapkan generasi muda yang tangguh. Tangguh dengan keimanan dan keilmuan agama. Jangan sampai hanya kerena egoisme golongan tua, anak-anak menjadi korban akan ketidakperdulian mereka. Kewajiban orang tua tidak hanya sekedar pangan, sandang, dan papan tetapi juga bekal kepahaman akan agama Islam ini. 

Terima kasih Fafanlap, kau telah menjadi episode-episode indah dalam lembaran kehidupan kami. Salam dari kami mahasiswa KKN PPM UGM, semoga kelak kita bisa dipertemukan kembali dalam kesan yang lebih baik dan semakin indah untuk dikenang. Kami selalu mendoakan kebaikan untuk kita semua. Semoga kita termasuk hambanya yang istiqomah di mana pun berada.
Location: Yogyakarta, Yogyakarta City, Special Region of Yogyakarta, Indonesia

0 comments: