Jauh seorang pria melakahkan kaki, tak jarang onak dan tak jarang duri, silih berganti bagai ujian penguat pundak dan hati.
Bertumpuk rindunya, kala sepi datang menguji, seiring mata terpejam dan berhenti memanjakan diri.
Suatu hari, dimana butuh tempat singgah pengusir rindu, dia dapati tembok rumah sudah diam sunyi, genting pun tak bergeming, bahkan halaman bisu menuruti sunyi.
Dan dia hanya terdiam, duduk sendiri, memandang sekeliling sama saja membuka lembaran buku sejuta arti, waktu terus bergulir membelakanginya, sampai dia tak mampu melangkah maju, hanya bisa menuruti sang waktu.
Semakin terbuai dalam lamunan, semakin menyesal dia biarkan semua terjadi apa adanya, oh yang dulu ada, skarang dimana....
Waktu sungguh semakin tak berbaik hati... Baru terpejam sebentar, dia sudah sibuk beranjak lagi... Waktu memang tak akan sabar...
Ya sudah... Aku kan tetap pulang, walau sebentar ku kan tetap pulang... Walau pun pulang ntuk semakin menumpuk rindu...