Sekolah yang nyaman, mungkin bukan hal
yang aneh bagi kita, penduduk Indonesia kelas menengah ke atas. Fasilitas
sekolah yang lengkap juga tak berbeda halnya, tersedia dan mampu kita gunakan
kapan saja. Apalagi Anda yang bersekolah di kota-kota besar, terutama daerah
Jawa, semua itu sudah menjadi barang lumrah. Hal yang membuat kita banyak
melayangkan protes, ketika hanya kurang sedikit saja dari apa yang diharapkan, tanpa
pernah mau mensyukuri. Terlalu sering mendongakkan kepala, namun jarang sekali
melihat kesamping, apalagi ke bawah, mungkin tak pernah.
Kesadaran yang ada mungkin kini masih kurang,
tapi bukan berarti tak bisa dibentuk dalam diri kita masing-masing. Terapinya
mudah, melihatlah kebawah, jika tak bisa, bolehlah melihat kesamping kiri dan
kanan. Banyak saudara kita yang masing asing dengan kata bangku sekolah, tidak
usah sampai kata menuntut fasilitas, sudah ada guru yang mengajar saja, mereka
sudah banyak berucap syukur. Walau atapnya berupa langit, walau dindingnya berupa
barisan pohon-pohon, dan walau lantai hanya berupa tanah yang terkadang berubah
menjadi lumpur. Mereka selalu mencoba untuk menikmatinya.
Juli 2014, tepat awal bulan Ramadhan.
Perjalanan kita lakukan, sekelompok anggota KKN PPB 01 UGM yang ingin belajar
bagaimana kehidupan di tanah Papua. Tanah yang katanya indah, tanah yang
katanya kaya akan sumber daya alam, dan tanah yang katanya menjadi sumber
berbagai hasil tambang. Sekitar 4 jam kami lakukan perjalanan dari Yogyakarta sampai
di Sorong. Sesampainya di Bandara Dominique Edward Osok, semua mulai berbeda,
suhu lingkungan sekitar yang sedikit panas dan karakteristik warganya mulai
menyapa kita. Tibanya malam hari, sekitar jam 01.00 malam waktu Indonesia timur,
perjalanan kami lanjutkan ke kampung tempat kami melakukan Kuliah Kerja Nyata.
Singkat cerita, suasana pagi dengan
pemandangan laut sudah terlihat di mana-mana, menyapa pagi kita, setelah bangun
dari lelapnya malam. Sampailah kita di sebuah kampung, kampung pesisir, dimana
kita akan bernaung satu bulan lamanya. Kampung Fafanlap, Misool Selatan, Raja
Ampat. Tempat kami belajar menerapkan ilmu yang telah kami peroleh di bangku
perkuliahan.
Alam Kampung Fafanlap sungguh indah, tak
nampak adanya kendaraan, bahkan pesawat tak terlihat sibuk lalu lalang di
langit. Semua itu membuat udara di kampung ini terasa sangat segar. Ditambah
lagi pesona pulau-pulau kecil, menghiasi setiap lekuk indahnya tanah Papua.
Lautnya pun sangat indah, banyak terdapat karang di dalamnya, semakin indah
dengan banyaknya ikan yang hilir mudik untuk memamerkan corak-corak siripnya.
Terpuaskan dengan indahnya Kampung
Fafanlap, ku coba berkeliling untuk melihat kondisi kampung. Entah mengapa
salah satu sahabat mengajak pergi ke sebuah sekolah SMP di kampung Fafanlap
ini. Berjalanlah kami, melewati kumpulan perumahan warga, dan senyum sapa pun selalu
berbunga dari wajah-wajah warga yang kami jumpai.
Sampailah kami disebuah SMP, SMP N 14
Raja Ampat. Dimana jalan Tutwuri Handayani mengantarkan kami ke gerbang sekolah
itu. Masuklah kami kehalamannya, yang kemudian dilanjutkan kebagian-bagian
sekolah yang lain. Selama perjalanan kami di SMP tersebut, kami cukup sering
mengucapkan rasa syukur. Mengapa? Karena sekolah kami dulu cukup bagus daripada
SMP N 14 Raja Ampat ini. Sekolah kami memiliki banyak ruang kelas, namun
sekolah disini hanya 3 ruang kelas yang bisa dipakai dari sekitar tujuh kelas
yang ada. Cat sekolah kami cukup bagus dan halus, namun sekolah disini
jangankan cat, bolong dinding dengan senantiasa menjadi penghias dinding
dimana-mana. Sekolah kami berlantai keramik yang terkadang bisa kita gunakan
sebagai cermin, namun disekolah ini, hanya beberapa yang berkeramik, itu pun
keramik semen yang terkadang terkelupas disana-sini. Fasilitas sekolah kami
lengkap, mau apa? Eksperimen ini dan itu semuanya bisa. Namun di sekolah ini?
kau bisa menjawabnya sendiri kawan. Sekolah kami berhalaman luas, dengan
indahnya bunga dimana-mana, kau bisa berlari tanpa perlu takut dengan lumpur yang
akan membuat mu jatuh, tapi disini? kamu pasti iri kawan, halaman sekolahnya
sangat luas, berbatas bukit-bukit, berhias indahnya tanaman bakau, dan arena
bermain lumpur setiap saat bisa kami nikmati, tanpa perduli baju ini menjadi
kotor.
Terserah mau menganggap ungkapan saya
diatas seperti apa. Pastinya ini hanya kiasan yang mungkin sarat sindiran.
Negeri ini sungguh kaya, apa yang kau mau semuanya ada. Seharusnya kau bisa
makan tanpa perlu khawatir dengan tidak adanya uang dan seharusnya kau bisa
bersekolah tanpa perlu khawatir dengan adanya biaya. Dilema, mungkin itu kata
yang pantas mewakili semuanya. Daerah yang kaya akan sumber daya alam tak akan
menjamin adanya kesejahteraan di dalamnya.
Mungkin negeri ini terlalu luas,
sehingga tak seharusnya kita berpangku tangan dan menyerangkan semua urusan
kepada pemerintah. Sepatutnya kita bergandengan tangan, bersatu padu untuk
meningkatan kualitas pendidikan di negeri kita ini. Anak-anak akan bersekolah
dengan tenang tanpa perlu takut bukunya akan basah karena terkena air dari atas
atap, anak-anak akan berfikir dengan jernih tanpa perlu takut tubuhnya akan
tertimpa dinding atau atap, dan anak-anak akan bersekolah dengan nyaman tanpa
perlu merasa kedinginan karena udara yang masuk melalui lubang di dinding. Sehingga
cita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa akan segera tercapai.
Ketercapaian tersebut bukan hanya berdasarkan parameter kelompok atau tingkat
ekonomi tertentu, melainkan seluruh warga negara Indonesia, dimana pun berada
dan dalam kondisi apapun.
0 comments:
Post a Comment