Saturday, April 12, 2014

Ironi Sistem Negeri Ini

Sudah sekitar tiga hari berlalu, sejak jutaan kertas suara berseteru dengan alat pencoblos. Rakyat Indonesia telah menerima haknya, memilih wakil yang katanya mewakili aspirasi rakyat. Rakyat Indonesia yang banyak itu pasti memilih pemimpin mereka dengan banyak motif, ada yang memang percaya akan pemimpin yang dipilih, ada yang memilih karena ikut-ikutan, dan ada yang memilih karena mendapatkan beberapa lembar uang. Hal yang juga ramai dibahas adalah masih banyaknya kaum putih “Golput”. Kaum golput ini juga banyak alasan yang melatarbelakanginya seperti, bosannya mereka dengan keadaan pemimpin yang menurut mereka sudah bisa ditebak keadaan mereka ketika sudah menempati kursi kekuasaan, ada yang tidak memilih karena sudah tidak ada simpati lagi akan proses pemilihan, dan yang paling parah lagi adalah golputnya mereka karena tidak mendapatkan uang dari para caleg.

Ironi memang, pemilihan pemimpin yang penuh dengan kedustaan, yang berbicara bukan lagi hati yang suci namun hati yang sudah disumpal dengan uang. Tersumpalnya hati membuat darah tak mengalir dan busuklah seluruh tubuh. Perebutan kekuasaan yang penuh curiga, apapun dilakukan, termasuk menjual semua aset keluarga untuk kepentingan kampanye setiap caleg. Baru-baru ini juga beredar berita antara dua pendukung partai salih bertikai, menusuk satu sama lain, membuat warga cemas. Apakah seperti ini kedewasaan yang mereka miliki, dia pikir kita ini bayi, tak tau apa yang terjadi. Sungguh banyak cacat sistem pemilihan ini, banyak yang salah dan sulit diutarakan bila hanya dalam beberapa lembar tulisan saja.

Tadi dari aktornya, sekarang beralih ke proses berjalanya pemilu. Berapa banyak uang yang digunakan untuk pemilu? Tentu banyak sekali, hitung saja kertasnya, hitung saja tintanya, hitung saja petugas yang dibayar untuk berlangsungnya pemilu tersebut, kau masih bilang itu sedikit? Coba uang itu digunakan untuk biaya sekolah anak yang tidak mampu, menangani para tuna wisma, menurut padangan awam saya in sya Allah akan lebih baik adanya. Belum lagi adanya politic money, yang menggelontorkan uang hanya untuk kekuasaan semata, yang akhirnya juga membuat kursi kepemimpinan dikuasai para beradal, tapi anehnya masyarakat masih saja mau memilih orang seperti itu. Apakah kini besarnya hati sudah kalah dengan laparnya perut? Sehingga mereka rela dengan uang yang tak seberapa membuat mereka merana 5 tahun lamanya, mungkin bisa saja lebih. Kelebihan itu dikarenakan pemimpin yang sudah haus kekuasaan pasti akan melakukan apa saja untuk mempertahankan kekuasaan untuk kepentingan diri dan kaumnya sendiri.

Pemilu, awal sudah terjadi masalah, tengahnya sudah terjadi dusta, dan ternyata akhirnya juga penuh dengan manisnya tipu daya. Perhitungan satu partai membengkak, terjadi jual beli suara, partai yang satu merasa suaranya terkurangi, dan lain sebagainya. Kepuasan yang tidak berujung akhirnya diselesaikan dengan cara menjatuhkan satu sama lain. Pusing kami dibuatnya. Belum selesai masalah satu muncul masalah yang lain. Tak usahlah pusing, ini memang sudah sistemnya yang salah, suara orang tak sekolah kok disamakan dengan yang sekolah, ya salah kaprah. Suara orang tertipu kok sama dengan orang yang paham, ya hancur leburlah.

Indonesia ini mayoritas Islam mengapa tak pakai cara Islam, semua akan indah bila itu terlaksana. Pemimpin dipilih dengan cara yang ideal, dipilih dengan kapasitas yang baik, tidak hanya intelektual namun juga kepahaman agamanya. Pasti rahmat Allah kan turun untuk negeri ini. Negeri yang kaya, bahkan tongkat ditanam pun jadi tanaman. Mari kita sama-sama berdoa semoga pada pemilihan presiden nanti terpilih pemimpin yang baik agamanya, tak ingin ku lihat negeri ini hancur seperti negeri-negeri di timur tengah sana yang dipimpin oleh orang yang dengan tega membunuh rakyatnya sendiri. Semoga hati-hati ini saling berpadu, mendukung yang benar dan menolak yang penuh tipu daya.
Location: Yogyakarta, Yogyakarta City, Yogyakarta, Indonesia

0 comments: