Monday, September 29, 2014

Kesan di Suatu Malam

"Malam yang indah, tapi sayang...."
Malam ini yang entah tanggal berapa. Juga rasanya tak terlalu penting, hanya semakin mengingatkan akan jadwal pengerjaan skripsi yang kini juga masih dalam proses pengerjaan. Udara cukup dingin, cukup membuat badan sedikit bergetar, semakin bergetar tubuh ini ketika dihentakkan musik yang berasal dari sound system yang mengiringi beberapa penari di acara Jogja street dance.
                
Acara Jogja street dance adalah suatu pagelaran berbagai jenis tarian yang berasal dari beberapa negara. Tarian pada malam itu mempertunjukan tarian tradisional. Kebetulan pada malam itu hanya mempertunjukan tarian dari negara Indonesia dan Australia. Acara ini memang acara rangkain yang digelar selama tiga hari berturut-turut.
                 
Riuh suara penonton pun semakin ramai ketika penari pertama masih ke panggung. Tarian yang pertama ini berasal dari daerah bekasi, entah namanya apa saya lupa, karena dirasa kurang penting untuk diingat. Tarian yang di sajikan oleh beberapa wanita dan beberapa laki-laki, tampak dengan lincahnya berlenggak-lenggok kesana kemari. Mereka menampilkan kepiawaiyannya dalam mengolah seni gerak tubuh. Semakin menarik tarian tersebut karena disertai tubuh molek yang tak terbalut pakaian seutuhnya.
                
Tarian selanjutnya ditampilkan oleh seorang wanita kebangsaan Jepang. Apa nama tariannya dan menggambarkan makna apa tarian itu? Sama sekali aku tak ingin tau. Saat tarian jepang ini berlangsung, riuhnya suara penonton tak lagi seramai saat tarian pertama. Mungkin ini disebabkan musik pada tarian jepang ini juga tak seheboh tarian yang berasal dari Bekasi. Semua tampak lebih tenang, tarian pun hanya sekedar gerakan tak jelas. Bergerak kesana kemari mengelilingi panggung yang ukurannya tak seluas lapangan bulutangkis. Entah mengapa saat menonton tarian ini, rasa gelisah tak seperti yang pertama, mungkin karena tubuh penari yang lebih terbalut pakaian. Walaupun muka masih terbuka. Ya wajarlah, penari itu orang Jepang yang entah apa agamnya, aku pun tak tau.
                
Tarian kedua dan ketiga dilakukan oleh orang yang sama. Seorang perempuan, berparas India namun dia berasal dari Australia. Perempuan tersebut menampilkan tarian bernuasa India. Tarian yang mengkombinasikan antara permain mata, keluwesan tangan, dan hentakan kaki. Aku memang bukan seorang pengamatan tarian, jadi wajar selama berjalannya acara tersebut, sedikit pun aku tak paham akan maknanya. Hanya menonton saja, bahkan saya lebih tertarik mengamati polah penonton yang sungguh menggambarkan keadaan remaja Indonesia saat ini.
                 
Datanglah waktunya pementasan tarian yang terakhir. Tarian yang kembali ditampilkan oleh orang indonesia, dengan pakaian yang lebih terbuka, yang hanya tertutupi mulai dari atas dada sampai di atas mata kaki. Baju yang dikenakan juga tak kalah ketat dibandingkan balutan selendang pada bayi, yang berusaha agar tubuhnya tak bengkok karena pertumbuhan yang tak teratur. Motifnya memang pakaian tradisional, namun tetap saja di mata ini penilaian tidak akan berubah.
                 
Selama berjalannya acara, badan ingin sekali pergi. Meninggalkan tempat itu dan mencari tempat yang dapat menenangkan tubuh. Kala itu perasaan sungguh gelisah, entah mengapa aku bisa sampai tempat ini? Tempat yang menampilkan kemolekan wanita, dan semua menonton entah dengan pandangan apa? Pada malam itu pikiran ku terus melayang, memikirkan sesuatu yang sepertinya juga bukan urusanku. Mengapa banyak wanita dengan mudahnya membuka aurat mereka. Aku memang bukan pria yang sempurna, masih banyak kesalahan dalam diri ini. Namun aku selalu berdoa kepada Allah, semoga aku diberikan jodoh yang sholihah. Setia menjaga setiap lekuk tubuhnya hanya untuk suami tercinta. Tak mengobralnya kesana kemari, mencari pandangan lelaki lain.
                 
Apa memang sudah begini keadaan dunia? Sepertinya memang begitu. Ketika wanita tak lagi menjaga kemuliaanya. Wanita bersuami dan wanita berpacaran sekarang sudah kabur dan sangat sulit dibedakan. Mereka dengan bangganya memamerkan kemesraan yang belum syah ikatannya. Berbonceng kesana kemari, merangkul dengan eratnya. Ah buat iri saja. Kami memang lelaki jomblo, yang setia menjaga kehormatan sampai akhirnya menemukan cinta pertama sekaligus cinta terakhir. Kami lelaki yang akan menguatkan mental untuk menemui orang tua sang bidadari. Bidadari yang akan menjadi tambatan hati. In sya Allah kebahagian buat kamu penjaga kehormatan dari dunia sampai akhirat.


Saturday, September 27, 2014

Separuh Hati, Sang Pembawa Pesan

"Pergilah dan sampaikan pesanku"
Pergilah kau wahai separuh hati. Tinggalkan tempat mu dan sampaikanlah pesan ku. Tak usah kau pikirkan teman mu separuh hati yang lain, biarkan dia di sini menjaga sepenuh tubuhku.

Pergilah kau wahai separuh hati. Temui dia, sepenuh hati yang lain yang kini menjadi harapan ku. Sampaikanlah semuanya dan jangan ada yang tersisa. Sampaikan rasa yang kini merasuk dalam tubuh, ketika dia berada jauh.

Pergilah kau wahai separuh hati. Sampaikan semua apa adanya, jangan kau tutup-tutupi. Apabila kau jumpai noda maka hilangkanlah, dan apabila kau jumpai cahaya maka tambahlah terangnya.

Pergilah kau wahai separuh hati. Pergilah dengan hati tulus dan jangan kau nodai. Jangan kau khawatirkan separuh hatimu yang berada di sini, biarkan ku menjaganya. Sekarang, semua yang ada dalam pikiranku masih sama dengan pesan yang ada pada dirimu. Masih sama, dan belum ada yang menggantikan.

Pergilah kau wahai separuh hati. Tubuh ini masih kuasa dengan separuh hati yang kau tinggalkan. Tak mungkin dia ku kirim dengan tujuan yang sama denganmu. Lalu siapa yang menopang diri ini, pasti mati karena ditinggalnya pergi.

Pergilah kau wahai separuh hati. Sampaikan niat itu dan bersegeralah pulang. Aku terima semua yang terjadi, dan janganlah kau merasa sedih. Karena mungkin sepenuh hati yang disana belum tentu memiliki rasa yang sama, jadi terimalah.

Pergilah kau wahai separuh hati. Apabila niat baik itu diterima dengan hati terbuka. Kau juga harus segera kembali. Bawalah sepenuh hati yang di sana, temukanlah dengan separuh hati yang kau tinggalkan di sini. Pasti dia akan terseyum dan merasa bahagia.

Pergilah kau wahai separuh hati. Kini kami siap menunggu, segala hasil yang kau bawa. Menunggu dengan senyuman. Bersegeralah pulang wahai kau separuh hati,  separuh hati sang pembawa pesan.

Wednesday, September 24, 2014

Semoga Hanya Prasangka


Semua terasa sudah gila, ketika rasa cinta tak lagi menjadi barang yang istimewa. Semua dicoba hanya sekedar bahan pamer saja. Entah aku berprasangka buruk, yang pasti itu yang kurasa saat ini.

Jangan salahkan aku, apabila ku punya rasa ini. Rasa yang kurasa juga membebani. Rasa ku bukan rasa yang biasa. Ku memilikinya karena memang ku cinta. Tanpa nafsu, melihat kekayaan, kecantikan, tapi rasa itu datang dan entah mengapa terasa memabukkan.
                 
Aku bingung, sungguh ku bingung. Coba semua ku renungi sepenuh hati. Hasilnya tetap saja sama, rasa itu masih saja ada, dan sangat sulit bagi ku melupakannya. Sekali lagi jangan salahkan ku.
                 
Jangan kau tebar cinta tanpa pertimbangan. Jangan kau jual cinta ke sembarang orang. Cinta itu bukan barang dagangan. Kau harus menjaganya dan betul-betul menjaganya. Aku sungguh takut kalau kau adalah orang yang pencoba. Mencoba sana sini, tetapi tidak dengan hati.
                
Kau harus tahu, bahwa ku menahan rasa ini karena aku khawatir akan dirimu, makanya aku menunggu. Ternyata perkiraan ini salah, ternyata kau lebih dari prasangka ku.
                 
Kini ku tetap pada prinsip ku yang pertama. Semua tetap berjalan, tanpa perlu rasa berlebihan. Kau sudah ku anggap saudara, entah berasal dari cinta atau bukan, entahlah jangan kau tanya aku.
                
Setelah ku tau semua, entah mengapa hati tetap seperti ini. Cinta masih ada, dan semuanya masih berbunga. Mungkin ku masih menyimpan harapan atau mungkin aku sudah dibutakan. Sekali lagi jangan kau tanyakan aku.
                 
Apabila ada yang berkata tidak pantas, aku tanya dimana letak tidak pantasnya? Semua ku jalani tanpa ada yang terlukai. Dengarlah aku, dengarlah hatimu. Sungguh kau mulia, jadi tolong jangan kau nodai.

Ternak Fafanlap yang Ingin Dimengerti


"Ternak Kampung Fafanlap yang ingin dimengerti"
Fafanlap adalah sembuah kampung yang berada di Distrik Misool Selatan, Kabupaten Raja Ampat. Sebuah tempat yang dominan akan pulau-pulau. Hanya lautlah yang dapat dijadikan jalur mobilitas masyarakat. Mobil dan motor terasa tidak berguna di sini. Demografi daerah Misool yang unik juga menyebabkan tidak semua potensi alam dapat dimanfaatkan secara maksimal.

Mayoritas penduduk Fafanlap bekerja sebagai nelayan dan sebagai buruh di perusahaan mutiara. Selain bekerja sebagai nelayan dan buruh di perusahaan mutiara, ada juga yang bekerja sebagai pengrajin rotan. Rotan tersebut dibuat menjadi aneka properti rumah tangga seperti bangku, meja, lemari dan lain sebagainya. Beberapa keluarga juga ada yang mencari tambahan penghasilan dari berjualan kue. Kue tersebut banyak macamnya dan dijual dengan cara berkeliling di Kampung Fafanlap. Ada juga keluarga yang bekerja sebagai penganyam daun tikar, daun tikar tersebut selain dibuat tikar juga bisa dibuat menjadi topi yang tak kalah bagusnya.

Kegiatan pertanian yang masih digeluti oleh warga Fafanlap adalah kegiatan berkebun. Masyarakat memiliki kebun yang tersebar di bukit, yang terletak di belakang kampung. Dari beberapa jenis kegiatan usaha yang dilakukan oleh masyarakat tersebut,  yang paling menjanjikan adalah sebagai nelayan. Mengingat Kampung Fafanlap termasuk daerah yang kaya akan tabungan ikannya. Ikan yang ditangkap oleh warga Fafanlap merupakan ikan yang memiki nilai ekspor tinggi. Maka tak heran di sana sering dimasuki oleh kapal-kapal yang akan membeli ikan.

Jenis kegiatan usaha lainnya selain sebagai nelayan adalah sebagai pekerja di perusahaan mutiara. Di perusahaan mutiara ini beberapa warga Fafanlap bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, walaupun penghasilnya masih kalah jika dibandingkan sebagai nelayan. Namun menjadi pekerja di perusahaan mutira cenderung memiliki resiko yang lebih kecil dibandingkan menjadi nelayan, karena tak perlu memikirkan datangnya angin selatan yang menjadi momok menakutkan bagi nelayan. Datangnya angin selatan menyebabkan ombak menjadi besar dan juga menyebabkan ikan sulit untuk ditangkap.

Pengrajin rotan juga merupakan jenis usaha yang cukup menjanjikan untuk wilayah Misool. Mengingat banyak terdapat resort yang sering memesan berbagai kerajinan rotan untuk memperhias resort-resort di sana. Menjanjikannya peluang ini, tak lantas membuat banyaknya pengrajin rotan yang ada. Pengrajin rotan di sana hanya beberapa orang saja, seperti Pak Indra dan Pak Zufri. Hal itu terjadi biasanya dikarenakan kurangnya modal atau dikarenakan susahnya mendapatkan bahan baku. Keadaan pengrajin daun tikar hampir sama dengan pengrajin rotan, hanya saja pengrajin daun tikar sering terkendala masalah penjualan yang sulit. Penjualan hasil kerajinan tikar yang sulit dikarenakan daerah Fafanlap merupakan daerah kepulaan yang sebagian besar daerahnya merupakan laut.

Sedangkan usaha berjualan kue biasanya dilakukan sebagai sambilan saja. Diawali dengan pembuatan kue dengan berbagai macam jenis dan anak-anaklah yang akan menjualnya dengan cara berkeliling kampung. Terkadang proses penjualan itu dilakukan sembari sekolah, bermain, dan ketika ada acara tertentu di Kampung Fafanlap. Hal ini sangatlah penting dalam pembentukan mental anak-anak, agar kelak dia menjadi pengusaha yang ulung. Apabila dicermati, anak-anak yang berjualan merupakan anak-anak keturunan suku bugis, suku yang terkenal akan mental jual belinya.

Beda lagi dengan kegiatan pertanian yang banyak dilakukan oleh warga Fafanlap. Kegiatan pertanian yang dilakukan di sana biasanya mengandalkan tanaman jangka panjang. Mereka menanam tanaman yang dapat ditinggal dalam waktu lama seperti kelapa, pala, cengkeh, melinjo dan lain sebagainya. Walaupun beberapa warga juga ada yang menanam tanaman jangka pendek seperti cabai dan tanaman sayur. Masalah mendasar yang dialami warga Fafanlap terkait kegiatan pertanian adalah belum pahamnya masyarakat akan cara perawatan tanaman yang baik, terutama terkait pembasmian hama. Hal ini lebih diperparah lagi dengan susahnya mencari bahan-bahan yang digunakan dalam pembasmian hama tersebut. Warga perlu pergi jauh ke Sorong untuk mendapatkan segala macam bahan yang diperlukan dalam kegiatan pertanian.

Dari semua jenis kegiatan usaha di Kampung Fafanlap, ada yang unik di sini. Ada kegiatan usaha masyarakat yang dianggap menimbulkan masalah bagi kegiatan usaha yang lain. Kegiatan itu adalah bidang peternakan. Mengapa bidang peternakan dianggap sebagai masalah di sana? Sebenarnya bukan ternaknya yang salah, namun masyarakat sekitar yang tidak mau melakukan managemen ternak dengan baik.

Awal cerita terkait masalah peternakan ini adalah banyaknya sapi yang merusak pertanian warga. Sapi ini bukan sapi liar, akan tetapi sapi peliharan warga yang sudah tidak lagi dirawat. Sapi-sapi itu dulu merupakan bantuan dari pemerintah daerah sekitar, diberikan hanya ke beberapa kelompok petani. Namun akhirnya dilepaskan ke hutan dikarenakan ketidaktelatenan masyarakat dalam memeliharanya. Sehingga sekarang sapi-sapi itu menjadi liar dan malah menjadi hama bagi pertanian penduduk.

Sapi-sapi yang dilepas kehutan merupakan sapi bali. Salah satu spesies plasma nutfah yang terkenal di Indonesia. Bagusnya lagi sapi ini merupakan sapi yang perbandingan jumlah dagingnya lebih besar daripada tulangnya. Hal ini membuat sebagian peternak memilih sapi bali sebagai peliharaan dibandingkan sapi lainnya. Selain sistem pemeliharaan yang mudah yaitu dengan di lepas di ladang pengembalaan, sapi bali juga sangat bagus dalam hal reproduksi. Sungguh sangat sanyang, sapi dengan kualitas bagus tersebut tidak dikelola dengan baik oleh masyarakat Fafanlap. Sekarang sapi-sapi itu sudah berjumlah sekitar 150 ekor dan tidak jelas lagi kepemilikannya, siapa yang dapat menjeratnya maka itulah pemiliknya. Sistem kepemilikan yang seperti itu sangat rentan menimbulakan konflik di antara warga masyarakat. Ternak itu sekarang sudah semakin liar dan buas, mereka bisa menghancurkan ladang pertanian masyarakat kapanpun mereka mau.

Sebenarnya kondisi demografi yang unik di Kampung Fafanlap terkait sistem pengembalaan ternak bisa diatasi. Perbukitan di belakang Kampung yang dibatasi oleh sungai dan laut bisa menjadi alat pembatas alami yang menyebabkan sapi tidak bisa pergi kemana-mana. Dia hanya bisa berkeliling di daerah itu untuk mencari makan. Terkait ancamannya terhadap daerah pertanian masyarakat, seharusnya masyarakat tidak membuat pembatas hanya untuk kebunya sendiri melainkan mereka harus serentak membuat pembatan agar sapi tidak masuk ke semua lahan pertanian masyarakat.

Pembatas itu dapat berupa parit buatan yang dialiri air atau tidak, yang harus dipastikan adalah sapi tidak bisa melaluinya. Memang kegiatan pembuatan parit pembatas bukanlah hal yang mudah, selain itu bukit yang berada dibelakang kampung lahan yang rata. Namun hal ini perlu dicoba, mengingat masalah yang terus terjadi. Pembatas lainnya yang dapat digunakan dalam menghadang ternak adalah pagar beraliran listrik. Cara ini juga cukup efektif, namun kendalanya adalah listrik di kampung Fafanlap yang kurang bisa diharapkan. Sumber listrik di sini hanya berasal dari genset dan hanya bisa digunakan pada waktu-waktu tertentu saja. Selain itu masyarakat pati akan memprioritaskan listrik untuk pencahayaan rumah dibandingkan untuk sekedar mengaliri pagar.

Apapun caranya, yang pasti masyarakat harus mengambil tindakan. Apabila sapi itu sudah bisa teratasi, maka hal itu justru akan sangat menguntungkan bagi masyarakat. Selain lahan pertanian yang aman dari kerusakan. Masyarakat juga dapat mengelola peternakan sapi balinya dengan baik dengan cara digembalakan secara bebas di alam. Peternak tak perlu sulit menyediakan pakan karena semua telah tersedia di bukit, dibelakang kampung. Pertanian dan peternakan bisa berjalan sekaligus, tanpa perlu takut ada gangguan dari kegiatan usaha yang lain.

Pembahasan sebelumnya terkait sapi, dan sekarang kita membahas jenis ternak lainnya yang berada di Kampung Fafanlap. Jenis hewan ternak lainyaitu adalah kambing. Keberadaan kambing di Kampung Fafanlap hampir tak beda keadaannya dengan sapi. Kambing di sini selain menjadi tambahan penghasilan, juga menjadi tambahan masalah. Kambing berkeliaran kesana kemari, memakan semua yang ada, tidak hanya rumput namun juga segala tanaman yang ada di depan rumah warga. Kambing di desa Fafanlap ini semakin aneh karena terbiasa memakan makanan yang tidak lazim bagi seekor kambing seperti ikan dan bahan makanan lain.

Kambing yang berkeliaran, terkadang menyebarkan kotoran ke semua bagian kampung dan yang paling mengesalkan warga adalah ketikan kotoran itu berada di depan teras rumahnya. Sebenarnya ini semua bukan salah kambingnya, sama halnya dengan permasalahan sapi. Semua ini terjadi karena masyarakat tidak mau memelihara ternak sebagaimana mestinya. Ternak kambing di sini memang jelas siapa pemiliknya, namun mereka tidak mau membuat sistem perkandangan yang baik. Ternak hanya dibuatkan tempat bernaung, ketika pagi datang kambing dibiarkan pergi kemana saja dan pada sore harinya dibiarkan pulang kapan saja. Kambing tersebut dibiarkan mandiri, mencari makanan sesuka hati.

Selain ternak sapi dan kambing ada juga ayam kampung yang dipelihara oleh masyarakat Kampung Fafanlap. Keadaan ternak unggas memang lebih menjanjikan bila dibandingkan saudaranya sapi dan kambing. Ternak ayam kampung disini sudah bisa memberikan masukkan bagi warga yang memeliharanya, walaupun sistem pemeliharaan yang dilakukan hanya sebatas lingkup rumah tangga dan jumlahnya pun tidak begitu banyak. Kendala yang sering dihadapi oleh masyarakat terkait terkait ternak ayam adalah iklim pesisir yang terkadang tidak cocok bagi kesehatan ayam. Mengingat uap air garam lebih panas apabila dibandingkan uap air sungai. Selain itu kendala beternak ayam kampung di sana adalah banyaknya musang berambut manusia. Masyarakat sering mengeluh karena kehilangan ayam kampungnya, bukan karena dimakan hewan buas melainkan diambil oleh tangan yang tidak bertanggung jawab.

Salah ternaknya kah? Atau salah peternaknya? Kita semua bisa menilai dari diri kita masing-masing. Dalam ilmu ekonomi sesuatu yang tadinya bermanfaat dan setelah itu berkembang dan tidak dilakukan managemen dengan baik, maka bisa menjadi permasalahan baru bagi sang empunya. Potensi peternakan di Kampung Fafanlap memang luar biasa, walaupun masih kalah dengan potensi perikanan, setidaknya bidang peternakan ini harus terus dikembangkan mengingat manusia memerlukan variasi bahan pangan sumber protein, tidak hanya dari ikan namun juga protein yang bersumber dari hewan ternak.

Jagalah Anak-anak Kita

"Generasi Fafanlap, mutiara yang tersimpan"
 
  Badan yang lelah, tak membuat alam berhenti bergerak. Semua bergerak secara teratur. Memenuhi setiap sendi-sendi kehidupan. Begitu juga kehidupan masyarakat Fafanlap, berjalan sebagaimana mestinya. Anak-anak bermain dengan riangnya, seakan-akan mereka belum tahu akan kerasnya dunia ini. Para orang tua pun masih sibuk dengan segala aktivitas kesehariannya, salah satunya  adalah mencari nafkah untuk keluarga tercinta. 

         Matahari yang tadinya gagah menghadang, menatap kita dengan panasnya yang terang, sekarang sudah berganti kawannya sang rembulan yang lebih sejuk, indah dipandang, dan mampu menemani malam kita dengan sebuah kenangan. Tepatnya rembulan terang di bulan Ramadhan. Bulan pembelajaran, pengampunan, dan kemenangan bagi umat Islam. Alhamdulillah di Kampung Fafanlap tempat kami mengabdi, tim KKN PPM UGM unit PPB 01, merupakan kampung dengan penduduk 100% Islam. Hal ini membuat bulan ramadhan kami akan semakin berbeda dan terkenang.

          Tepatnya 12 Juli 2014, sore hari, sesaat setelah kami datang di Kampung Fafanlap ini. Sekaligus hari pertama kami di tanah Misool. Suasana senja terasa sungguh berbeda. Bunyi riuh ombak, jeritan anak-anak yang bermain di sekitar dermaga, dan suara hembusan angin pesisir merupakan suatu hal yang jarang sekali kami rasakan ketika berada di Jogja. Mereka semua menyambut dan membelai kami dengan suguhan yang menentramkan jiwa. Pejalanan yang kami tempuh memang bukan perjalanan yang singkat, butuh waktu tiga hari dua malam sebelum akhirnya kita sampai di sini. Semua suguhan itu semakin terasa nikmat bagi kami tim KKN PBB 01 untuk sedikit merebahkan badan, setelah tadi siang kami disibukkan dengan agenda bersih-bersih pondokan, tempat kami bernaung dan menyandarkan segala perasaan kurang lebih 50 hari di Kampung Fafanlap ini.

            Tak terasa suara tifa sudah bertalu-talu, pertanda telah datangnya waktu shalat Isa, segenap anggota KKN mempersiapkan diri untuk melaksanakan shalat Isa bersama warga sekitar. Pertanda shalat di Kampung Fafanlap ini memang sedikit berbeda dengan pertanda sholat di Jogja sana. Di sini hanya mengandalkan tifa untuk mengingatkan jamaah ketika waktu shalat telah datang, sedangkan untuk pengeras suara jarang sekali dipakai. Kami pun harus jeli dan memasang telinga lebar-lebar untuk mendengar setiap tabuhan, apabila tidak mau tertinggal shalat berjamaah dengan warga. Shalat isa pun berlangsung dengan khusuk dan diakhiri dengan dzikir bersama.

            Seselesainya shalat Isa dan dzikir bersama, kami pun melaksanakan shalat tarawih. Tarawih dengan rakaat yang lebih banyak, namun pelaksanaannya yang sedikit lebih cepat. Sungguh sangat berbeda dari segi kecepatannya dibandingkan dengan di Jogja sana. Ya lebih cepat, bahkan sampai membuat keringat sedikit bercucuran. Bahkan beberapa dari kami anggota tim KKN, satu demi satu berguguran setiap harinya. Ada yang hanya sholat delapan rakaat lalu pulang dan ada juga yang hanya shalat di pondokan saja. Walaupun terkadang ada rasa malu, malu karena kalah dengan Pak Imam yang tentu saja usianya sudah jauh lebih tua dari kami, namun beliau masih kuat untuk tarawih dengan kecepatan yang sungguh tak biasa.

            Rakaat demi rakaat tarawih kami laksanakan, sampai akhirnya shalat tarawih pun selesai. Sepintas terasa sebuah kehangatan di sela-sela kegiatan dzikir bersama. Kehangatan yang tercipta bukan hanya karena cepatnya gerakan tarawih yang menyebabkan tubuh ini sedikit berkeringat, namun kehangatan kebersamaan di tengah perbedaan yang kemudian perbedaan itu disatukan dengan keimanan. Kehangatan keimanan warga Fafanlap pada bulan Ramadhan yang penuh dengan pesan.

Tarawih pada malam itu diakhiri dengan kultum dari Pak Imam. Sosok imam kampung. Berwajah teduh, bijak, dan menunjukkan tauladan. Kearifan daerah setempat terpancar dari wajahnya. Seorang imam yang sangat dihormati dan disegani, setiap kebijakan kampung tak hanyal harus meminta persetujuan dari beliau. Bahkan kunjungan wisata yang ingin mengunjungi tempat-tempat yang dianggap keramat juga harus atas ijinya.

            Dibukalah kultum dengan ucapan syukur kepada yang Maha Kuasa dan dilanjutkan dengan shalawat kepada suri tauladan kita, Nabi Muhammad SAW. Seketika itu, Pak Imam menyampaikan beberapa nasihat yang kurang lebih inti nasihatnya adalah, “Jagalah anak-anak kita, didik, dan jangan biarkan mereka jauh dari nilai-nilai agama.” Terdengar sederhana, namun tidak begitu dengan maknannya. Pesan ini lebih mengena mengingat Fafanlap merupakan kampung pesisir yang jauh dari pusat perkotaan dan merupakan cikal bakal perkampungan di sekitarnya. 

Letak Kampung Fafanlap yang jauh dari hingar bingar perkotaan menyebabkan mayoritas pemudanya sering pergi jauh untuk merantau. Mereka pergi merantau dengan banyak alasan, baik untuk pergi menuntut ilmu, mencari pengalaman, maupun mencari sedikit penghasilan. Kondisi ini didukung dengan minimnya sumber mata pencahariaan yang ada di sana. Kegiatan merantau inilah yang menyebabkan mereka jauh dari kampung halaman dan pengawasan orang tua. 

         Apabila melihat fenomena saat ini, dimana banyak pemuda daerah yang tergoda glamornya kehidupan kota. Bukan perbaikan yang mereka bawa, tapi beban sosial baru. Mereka membawa budaya negatif kota yang merusak dan selanjutnya mereka tanamkan nilai-nilai itu di desa kelahirannya. Maka tepatlah apabila Pak Imam menyampaikan pesan ini kepada jamaah yang hadir pada saat itu, tidak lain agar kampung Fafanlap ini selalu terpelihara akan nilai-nilai keislaman dan dijauhkan dari budaya-budaya yang merusak. Sungguh sayang apabila indahnya Kampung Fafanlap tertutupi oleh noda hitam yang itu dibuat oleh generasinya sendiri.

            Kita bisa lihat Imam-imam besar dalam perjalanan sejarah Islam. Mereka pergi jauh merantau ke seluruh belahan bumi. Tetapi ketika mereka kembali, yang mereka bawa adalah ilmu. Godaan dunia tak kuasa merasuk dalam hati mereka. Karena prinsip agama ini, cukup dunia ada di genggaman tangan dan yang berada di hati hanyalah keimanan. Sekali lagi rahasianya adalah keimanan dan bekal ilmu agama yang mereka persiapkan sebelum pergi merantau.

        Pelajaran kini ku dapat, sungguh meningkatkan keimanan dan memperdalam ilmu agama sangatlah penting bagi kita seorang pemuda. Jangan sampai godaan hidup yang kita jumpai dapat merusak kepribadian kita. Persiapkan semua sejak dini dan terus belajar, terutama bekal agama. Keimanan kita harus semakin kuat terhadap berbagai godaan dunia. Sehingga ketika kita kembali ke kampung halaman, perbaikanlah yang kita persembahkan.

            Nasihat ini pun tak pelak bagi generasi-generasi tua agar dapat mempersiapkan generasi muda yang tangguh. Tangguh dengan keimanan dan keilmuan agama. Jangan sampai hanya kerena egoisme golongan tua, anak-anak menjadi korban akan ketidakperdulian mereka. Kewajiban orang tua tidak hanya sekedar pangan, sandang, dan papan tetapi juga bekal kepahaman akan agama Islam ini. 

Terima kasih Fafanlap, kau telah menjadi episode-episode indah dalam lembaran kehidupan kami. Salam dari kami mahasiswa KKN PPM UGM, semoga kelak kita bisa dipertemukan kembali dalam kesan yang lebih baik dan semakin indah untuk dikenang. Kami selalu mendoakan kebaikan untuk kita semua. Semoga kita termasuk hambanya yang istiqomah di mana pun berada.