Wednesday, December 10, 2014

Embun kenangan


Embun
Kau nampak begitu menyejukkan
Setetes demi setetes kau jatuh, seakan tak mau berpisah dengan ujung daun
Kini kau hanya berpindah dan akhirnya menyejukkan yang lain

Embun
Kau hadir di pagi yang dingin
Dan kau pergi dikala semua terasa hangat
Kau menguap dan entah kemana perginya

Kenangan
Kau juga nampak begitu indah
Tak sedikitpun berkurang, seakan melekat begitu dalam
Kini kau hanya berpindah dari hati ke hati yang rindu akan pertemuan

Kenangan
Kau hadir dikala perpisahan nampak begitu menyakitkan
Dan kau datang dikala ikatan hati terasa semakin hangat dan semakin berpadu
Kau semakin nyata dan entah kapan perginya

Embun
Kau menguap kemana?
Jika kau terbang kesana tolong sampaikan rasa ini
Rasa rindu yang kian menjunjung

Embun
Sampaikan juga salamku untuknya
Bilang, jangan pernah dia lupa
Karena ku juga akan selalu mengenang

Kenangan
Kau datang darimana?
 Jika kau masih saja bertahan tolong jangan siksa
Rasa mu, sungguh telah memenuhi bilik hati yang ada

Kenangan
Sampaikan semua rasa yang ada
Ingatkan semua memori akan arti perjalanan
Jaga, jangan sampai hilang dan ingatkan dikala diri lupa

Monday, December 1, 2014

Halaman Sekolah Ku Lumpur Kawan


Sekolah yang nyaman, mungkin bukan hal yang aneh bagi kita, penduduk Indonesia kelas menengah ke atas. Fasilitas sekolah yang lengkap juga tak berbeda halnya, tersedia dan mampu kita gunakan kapan saja. Apalagi Anda yang bersekolah di kota-kota besar, terutama daerah Jawa, semua itu sudah menjadi barang lumrah. Hal yang membuat kita banyak melayangkan protes, ketika hanya kurang sedikit saja dari apa yang diharapkan, tanpa pernah mau mensyukuri. Terlalu sering mendongakkan kepala, namun jarang sekali melihat kesamping, apalagi ke bawah, mungkin tak pernah.

Kesadaran yang ada mungkin kini masih kurang, tapi bukan berarti tak bisa dibentuk dalam diri kita masing-masing. Terapinya mudah, melihatlah kebawah, jika tak bisa, bolehlah melihat kesamping kiri dan kanan. Banyak saudara kita yang masing asing dengan kata bangku sekolah, tidak usah sampai kata menuntut fasilitas, sudah ada guru yang mengajar saja, mereka sudah banyak berucap syukur. Walau atapnya berupa langit, walau dindingnya berupa barisan pohon-pohon, dan walau lantai hanya berupa tanah yang terkadang berubah menjadi lumpur. Mereka selalu mencoba untuk menikmatinya.

Juli 2014, tepat awal bulan Ramadhan. Perjalanan kita lakukan, sekelompok anggota KKN PPB 01 UGM yang ingin belajar bagaimana kehidupan di tanah Papua. Tanah yang katanya indah, tanah yang katanya kaya akan sumber daya alam, dan tanah yang katanya menjadi sumber berbagai hasil tambang. Sekitar 4 jam kami lakukan perjalanan dari Yogyakarta sampai di Sorong. Sesampainya di Bandara Dominique Edward Osok, semua mulai berbeda, suhu lingkungan sekitar yang sedikit panas dan karakteristik warganya mulai menyapa kita. Tibanya malam hari, sekitar jam 01.00 malam waktu Indonesia timur, perjalanan kami lanjutkan ke kampung tempat kami melakukan Kuliah Kerja Nyata.

Singkat cerita, suasana pagi dengan pemandangan laut sudah terlihat di mana-mana, menyapa pagi kita, setelah bangun dari lelapnya malam. Sampailah kita di sebuah kampung, kampung pesisir, dimana kita akan bernaung satu bulan lamanya. Kampung Fafanlap, Misool Selatan, Raja Ampat. Tempat kami belajar menerapkan ilmu yang telah kami peroleh di bangku perkuliahan.

Alam Kampung Fafanlap sungguh indah, tak nampak adanya kendaraan, bahkan pesawat tak terlihat sibuk lalu lalang di langit. Semua itu membuat udara di kampung ini terasa sangat segar. Ditambah lagi pesona pulau-pulau kecil, menghiasi setiap lekuk indahnya tanah Papua. Lautnya pun sangat indah, banyak terdapat karang di dalamnya, semakin indah dengan banyaknya ikan yang hilir mudik untuk memamerkan corak-corak siripnya.

Terpuaskan dengan indahnya Kampung Fafanlap, ku coba berkeliling untuk melihat kondisi kampung. Entah mengapa salah satu sahabat mengajak pergi ke sebuah sekolah SMP di kampung Fafanlap ini. Berjalanlah kami, melewati kumpulan perumahan warga, dan senyum sapa pun selalu berbunga dari wajah-wajah warga yang kami jumpai.

Sampailah kami disebuah SMP, SMP N 14 Raja Ampat. Dimana jalan Tutwuri Handayani mengantarkan kami ke gerbang sekolah itu. Masuklah kami kehalamannya, yang kemudian dilanjutkan kebagian-bagian sekolah yang lain. Selama perjalanan kami di SMP tersebut, kami cukup sering mengucapkan rasa syukur. Mengapa? Karena sekolah kami dulu cukup bagus daripada SMP N 14 Raja Ampat ini. Sekolah kami memiliki banyak ruang kelas, namun sekolah disini hanya 3 ruang kelas yang bisa dipakai dari sekitar tujuh kelas yang ada. Cat sekolah kami cukup bagus dan halus, namun sekolah disini jangankan cat, bolong dinding dengan senantiasa menjadi penghias dinding dimana-mana. Sekolah kami berlantai keramik yang terkadang bisa kita gunakan sebagai cermin, namun disekolah ini, hanya beberapa yang berkeramik, itu pun keramik semen yang terkadang terkelupas disana-sini. Fasilitas sekolah kami lengkap, mau apa? Eksperimen ini dan itu semuanya bisa. Namun di sekolah ini? kau bisa menjawabnya sendiri kawan. Sekolah kami berhalaman luas, dengan indahnya bunga dimana-mana, kau bisa berlari tanpa perlu takut dengan lumpur yang akan membuat mu jatuh, tapi disini? kamu pasti iri kawan, halaman sekolahnya sangat luas, berbatas bukit-bukit, berhias indahnya tanaman bakau, dan arena bermain lumpur setiap saat bisa kami nikmati, tanpa perduli baju ini menjadi kotor.

Terserah mau menganggap ungkapan saya diatas seperti apa. Pastinya ini hanya kiasan yang mungkin sarat sindiran. Negeri ini sungguh kaya, apa yang kau mau semuanya ada. Seharusnya kau bisa makan tanpa perlu khawatir dengan tidak adanya uang dan seharusnya kau bisa bersekolah tanpa perlu khawatir dengan adanya biaya. Dilema, mungkin itu kata yang pantas mewakili semuanya. Daerah yang kaya akan sumber daya alam tak akan menjamin adanya kesejahteraan di dalamnya.

Mungkin negeri ini terlalu luas, sehingga tak seharusnya kita berpangku tangan dan menyerangkan semua urusan kepada pemerintah. Sepatutnya kita bergandengan tangan, bersatu padu untuk meningkatan kualitas pendidikan di negeri kita ini. Anak-anak akan bersekolah dengan tenang tanpa perlu takut bukunya akan basah karena terkena air dari atas atap, anak-anak akan berfikir dengan jernih tanpa perlu takut tubuhnya akan tertimpa dinding atau atap, dan anak-anak akan bersekolah dengan nyaman tanpa perlu merasa kedinginan karena udara yang masuk melalui lubang di dinding. Sehingga cita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa akan segera tercapai. Ketercapaian tersebut bukan hanya berdasarkan parameter kelompok atau tingkat ekonomi tertentu, melainkan seluruh warga negara Indonesia, dimana pun berada dan dalam kondisi apapun.

Sunday, November 16, 2014

Bunga Rindu

Dua setengah bulan, waktu yang sebentar bagi hati yang merindu. Saat itu, mungkin saat terindah, dan ku menyesal tak sepenuhnya ku hayati semua. 

Bagai angin yang silih berganti dan meninggalkan kesan membelai tubuh. Begitu halnya dengan kau, terasa baru sebentar, membelai tubuh, menyisakan kerinduan, dan kini berpisah entah kemana.

Mungkin aku nampak gila, terus bercerita, semoga saja kau tidak bosan mendengarnya. Betul aku tidak bohong, kau menorehkan pesan yang sangat dalam, sampai saat ini, setiap ku pandang setiap memori, walau terkadang hanya membuat sesak hati, karena perpisahan itu telah terjadi.


Saat kau rangkul aku dengan semua temanmu. Kau tarik setiap sudut bajuku. Tak mau, ku selalu tinggalkan kau pergi, kau mengejar, dan kau selalu saja kembali, seakan tiada kata letih. Senyum manis itu selalu ada, menghias hati yang lelah karena urusan dunia.

Kau membuat kesal, memang. Saat ku terangkan, kau selalu asik bertengkar. Tak memperdulikan, itu selalu menjadi alasan bagiku menegurmu. Kau berlari, kesana kesini, dan tak mengindahkan perasaan hati.

Tapi tak mengapa, kesalku hanya dibibir, tak sampai hati. Hati selalu bangga dengan kau yang berjuang dengan segala keterbatasan. Berjuang meraih asa ketika yang lain sibuk berputus asa.

Teringat saat ku pulang, sehabis mengajarmu sebait pelajaran kehidupan. Kau menghalau ku, memaksa ku mendengar gurauanmu. Kau sebut dengan MOB, rakaian cerita lucu yang terkadang ku tak paham apa isinya. Namun ku paksa bibir tertawa, supaya senyummu selalu berbunga.

Terkadang saat pagi, saat kami masih sulit walau sekedar membangkitkan tubuh sendiri. Suara mu sudah terdengar. Berpakaian sekolah, berjalan sendiri, berusaha mencari rejeki dengan keranjang kecilmu. Luar biasa, salut ku selalu terbesit walau tak pernah sampai terucap.

Dan akhirnya ketika tangismu menjadi penutup kisah. Kisah yang entah bersambung atau tidak. Aku juga tak tau. Hanya air matamu dan langkah kecilmu yang selalu ku ingat. Saat kapal itu terus berlaju, tak hanya memisahkan pandangan, namun senyum dan juga hangat dekapanmu. Kini sudah tak terasa.

Kini hanya rindu yang ada, hanya keluh kesah akan perpisahan. Ya sudah tak mengapa, hanya doa, dan ku harap kau pula selalu berdoa. Supaya segera berjumpa. Yang penting kau jaga, jangan lupa…

Negeri Surga

Kurang kaya apa negara ini…?
Gugusan pulau berbalut pasir nan indah tak lekang selalu kau pandang
Kurang kaya apa negara ini…?
Hutan hijau nan rimbun selalu menyejukkan mata dan takkan membuatmu jemu
Kurang kaya apa negara ini…?
Makhluknya banyak, dan termasuk kau juga sebagai penghias negeri ini
Kurang kaya apa negara ini…?
Semuanya bisa kau makan, tanpa perduli adanya uang
Kurang kaya apa negara ini…?
Semuanya hanya bisa membuat negara lain iri


Namun apa gunanya…?
Ketika semua hanya diurus sendiri
Namun apa gunanya…?
Ketika semua diurus berdasarkan egoisme sendiri
Namun apa gunanya…?
Kepentingan negeri lain diutamakan daripada putra putrinya sendiri
Namun apa gunanya…?
Semua kau tumpuk dan menghantarkan kau sampai mati

Mungkin mereka masih bersabar…
Menahan lapar yang selalu mereka tahan
Mungkin mereka masih sabar…
Menahan air mata yang terus mengalir keluar
Mungkin mereka masih sabar…
Malam selalu gelap hanya berhiaskan bintang-bintang
Mungkin mereka masih sabar…
Menahan sakit, dan dokter pun tak kunjung datang
Mungkin mereka masih sabar…
Mengais ilmu hanya dengan bermodal perjuangan
Mungkin mereka masih sabar…
Menerima yang ada dan masih menunggu sebuah perubahan datang

Negeri ini terlalu luas dan terlalu indah
Terlalu banyak yang perlu disinggahi demi memuaskan hasrat hati
Terlalu banyak cinta yang perlu kita tebar nantinya
Terlalu banyak air mata yang perlu kita siapkan
Terlalu banyak peluh yang perlu kita bersihkan
Indonesia……  Indonesia……

Tuesday, November 4, 2014

Hari ini…

"Mungkin tak terbenam semuanya..."
Hari ini ku beranikan diri
Membatasi lisan yang dulu tak berhenti bersahut
Mewakili hati yang terlena rindu
Rasa hati yang sampai kini tak mau pergi

Hari ini kuberanikan diri
Tak sering mengingat wajah yang memeras hati
Tapi apakah sanggup, coba lihat saja nanti
Apakah raga ini kuat atau sebaiknya akan terbuai kembali

Kesan dan kenangan yang pernah terukir
Sungguh hati ini menjadikannya diluar akal
Semua yang tak biasa menjadi semakin tak biasa
Rindu bagaikan candu yang membuat indah seluruhnya

Mungkin ku berlebihan
Berlebihan dalam menguak perasaan
Entah hati yang di sana merindu atau tidak
Sungguh aku sangat peduli

Nyanyian alamnya mungkin menambah kadar candu
Semakin menghiasi wajah yang terus merona
Senyuman manis gadis yang dicinta
Membuat dunia bak laksana surga

Dan kini ku sendiri, jauh, jauh, dan jauh…
Tak melihat mu kembali, mungkin buah kekhawatiran ku
Sungguh ku merindu sangat
Padamu yang kini berada jauh

Kembali Kalah….

"Aku menyesal dan segera ku berbenah..."
Rasanya sudah sangat bulat tekad di awal
Setegar karang yang tak hanya keras namun juga menghujam
Menggetarkan setiap gelombang ombak yang tak henti untuk datang
Semua terasa siap walau untuk keseribu kalinya berperang

Namun tak disangka musuh datang dari mana saja dia mau
Tentara yang tadinya rapih, sekarang tersebar dan enggan untuk menyerbu
Musuh menyerang dan dia awali dari dalam kalbu
Merasuk dan menghancurkan tubuh hingga kini menjadi debu

Peperangan ini memang bukan yang pertama
Tentara yang dikerahkan juga mungkin tak beda adanya
Senjata dan tekad yang semakin kuat juga selalu tersedia
Namun apa daya, jika musuh terbesar adalah apa yang ada dalam raga

Harus diakui apa yang ada dalam raga ini masih lemah
Seremah pasir yang nantinya mati menjadi tanah
Dia seakan tak mau belajar dari sejarah
Dan untuk kesekian kalinya harus malu dan mengaku kalah

Sekelompok pasukan kini hanya merasa hina
Bahkan malu untuk sekedar mengangkat muka
Hanya bisa berdoa….
Sembari was-war agar tidak menanggung murka

Monday, October 27, 2014

Setitik Noda Hitam

Kala udara semakin terasa dingin. Beberapa tubuh tim KKN PPB 01 masih lelap dalam peraduan. Tertidur pulas, terbuai dalam indahnya mimpi. Deburan ombak yang tak pernah bosan menerjang karang, masih terdengar jelas suaranya. Suasana malam kami, selama kurang lebih 50 hari ini memang akan terasa tak biasa. Malam hari yang selalu berhias bintang. Tak ada cahaya gedung besar yang mengaburkan indahnya malam. Malam di pinggir dermaga. Dermaga kampung Fafanlap, Misool Selatan, Raja Ampat. 

Namun malam itu ada yang berbeda, suara yang terdengar tak lagi sama. Terbangunlah tubuh ini, mencoba meranjakkan kaki ke arah suara itu berasal. Mendekati dengan penuh tanda tanya. Mengapa sepagi ini masih saja ada ramai-ramai? Padahal jam sudah menunjukkan jam setengah 4 pagi. Apakah ada tahlillan? Tak mungkin, mana ada tahlillan menggunkan suara sound sistem dengan irama yang menghentak-hentak. 

"Malam yang indah, semoga senantiasa berbalut keberkahan...."
Sesampainya di dekat jendela, mata ini mulai melirik. Nampak di sana, di balai desa, balai yang jaraknya hanya beberapa meter saja. Terlihat beberapa tubuh sedang berliak liuk, berjoget dengan asiknya, seakan dari terbenamnya matahari sampai terbit lagi hanya mereka yang punya. Saling berhadapan satu sama lain. Tak ada pembeda atara perempuan dan laki-laki. Terhipnotis oleh balutan musik dan dinginnya malam.

Mata ini pun sesekali berusaha untuk memfokuskan apa yang dilihat. Menghusap, mungkin saja masih ada kotoran mata yang masih mengganjal dan mengkaburkan penglihatan. Namun ternyata begitu adanya, diri ini tidak sedang bermimpi, apalagi sama-sama ikut berjoget dengan mereka. Apa yang sebenarnya mereka lakukan? Pertanyaan itu pun timbul yang entah dari mana asalnya. 

Kejadian malam itu mengingatkanku akan budaya yang juga marak terjadi diperkotaan. Kumpulan remaja bahkan ada juga golongan tua yang kini sudah jauh dari kata moral. Salah satu kebiasaanya adalah mengunjungi club-club malam. Berjoget, berliak-liuk dengan para biduan. Seakan dunia tak akan berakhir, seakan mereka akan hidup selamanya. Namun bukan pencegahan. Tempat-tempat itu seakan semakin terasa legal. Keramaiannya mengalahkan masjid dan keras suaranya mengalahkan suara kajian keislaman di masjid-masjid. Apakah yang saya lihat pada malam itu, malam di kampung Fafanlap, sama dengan kebiasaan di perkotaan besar? entahlah.

Budaya pesta joget ini memang sudah menjadi barang lumrah disana. Pesta yang diadakan ketika ada perayaan hajat tertentu. Baik sunatan, syukuran, biasanya di akhiri dengan pesta joget pada malam harinya. Budaya ini tumbuh bak jamur di musim hujan, tak hanya di Fafanlap namun juga di kampung-kampung lainnya. Aku pun bertanya dengan salah seorang kawanku, yang kebetulan dia orang timur. Maluku utara tepatnya. Dia juga mengutarakan, bahwa budaya ini tidak hanya terjadi di daerah tempat kita KKN. Hampir di setiap daerah, daerah timur khususnya, sudah mengakar akan budaya ini. Setiap perayaan selalu diakhiri dengan pesta joget. Pesta yang selalu diiringi dengan musik khas timur dan bernuansa hip-hop ini.

Alhamdulillah hati ini masih menyimpan keprihatinan, berarti masih peka dengan kondisi sekitar. Hatiku semakin sesak, setelah melihat bahwa yang ikut berjoget pada malam itu tidak hanya kalangan muda mudi yang sudah cukup umur. Namun  nampak oleh mataku, ada beberapa anak yang masih terlihat belia juga turut larut dalam pesta joget itu. Mungkin usianya masih menginjak sekolah SMP. Aksi anak belia tersebut juga tidak kalah gesitnya dalam meliak-liukan tubuh. Berjoget maju mundur dan sesekali menggerakkan bagian tubuh lain, menikmati dunia yang terasa indah pada malam itu dan sangat sia-sia apabila dilewati begitu saja.

Setelah beberapa lama aku menyaksikan kejadian itu. Tubuh ini pun kembali ke tempat pembaringan. Berbaring, merebahkan tubuh, dengan jutaan kegelisahaan tersimpan dalam benak. Mengapa kampung seindah ini, kampung dengan penduduk mayoritas muslim, ada budaya seperti itu? Kalangan muda, generasi penerus, yang diharapkan membawa perubahan. Mengapa tercemari budaya yang menurut kami sangat tidak baik? Budaya glamor, budaya senang-senang yang sungguh melewati batas. Sudah tak ada  lagi batas antara perempuan dan laki-laki dan mereka saat itu saling berhadapan satu sama lainnya.

Mungkin akan berbeda halnya, ketika tarian yang dilakukan merupakan tarian tradisional. Pelaksanaannya juga tidak terlalu larut malam. Semua masih dalam pengawasan orang tua. Gerakkan tarian yang dilakukan berdasarkan nilai seni, bukan nilai sensual yang selalu dikedepankan. Tak hanyal anak-anak pun bisa terkontrol dengan baik. Rasa cinta juga dapat tumbuh dalam hati mereka, cinta akan kebudayaan dan kesenian tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan.

Sudah banyak cerita yang kami dapatkan terkait dampak negatif budaya joget ini, khususnya di kampung Fafanlap. Tak perlu kami sampaikan satu persatu, silahkan anda pikirkan sendiri. Semua sudah tergambar jelas, ketika dimulai dengan hal yang kurang baik maka hal yang kurang baik lainnya juga pasti ikut andil. Mungkin saat ini hanya doa dan nasihat yang masih tersampaikan untuk adik-adik kita disana. Sedikit mengingatkan akan jeleknya budaya joget tersebut. Sehingga kelak mereka tidak melakukannya lagi, berganti dengan aktifitas yang lebih baik, lebih berguna, dan tentunya lebih berkah. Kampung Fafanlap pun lebih bersinar, tidak hanya dari alamnya yang indah, tidak hanya dari lautnya yang menentramkan hati, dan tidak hanya dari udaranya yang melegakan rongga dada. Namun dari hati dan jiwa penduduknya yang senantiasa bersinar, terjauh dari kegiatan yang tidak bermanfaat dan merusak kepribadian pemuda-pemudinya.  

Sunday, October 26, 2014

Mata Itu

"yang kini berada jauh..."
Mata itu yang dulu melirik dengan segala keresahan
Keresahaan yang entah apa artinya
Pening hati memikirkan apa yang sesungguhnya dirasa
Namun hati, tak perlulah kau curiga

Malam dingin, mengingat waktu saat itu
Berlenggak lenggok dengan tatapan kekhawatiran
Entah tau atau tidak?
Dan dia pun pergi memperkuat kesan

Mata itu terkadang terasa hangat
Mata itu juga terkadang terasa sangat dingin
Hati bingung entah apa yang diharapkan
Terus berjalan dan berharap hati tak menangis

Masih berharap, mata itu kan menatap
Namun beda jadinya dengan keinginan hati
Pandangan pergi dan tak saling terpaut
Maka bersabarlah wahai mataku

Udara panas membuat mata beraut merah
Semakin memerah dengan sakitnya raga
Tapi entah kenapa, mata itu datang
Menghampiri dengan dengan kawannya senyuman

Baru saja mata itu terpaut
Kini harus rela terpisahkan oleh jarak
Jarak dimana mata tak mampu lagi berperan
Yang ada hanya ratapan kerinduan

Dan kini mata itu telah berganti
Berganti dengan mata yang menyatukan hati
Jarak dan waktu kini sudah tak punya arti
Terimakasih wahai mata hati

Tuesday, October 21, 2014

Maaf dan Doa, Wahai Ayah

"Wahai ayahku"
Malam ini, tepatnya Rabu, 21 September 2014. Malam yang berjalan seperti biasanya. Sendiri di sudut kamar, bertemankan suara desiran kipas laptop yang tampak semakin kencang karena umurnya yang semakin tua. Tampak mata memerah, terhanyut dalam lamunan. Pastinya bukan lamunan kosong. Lamunan penghayatan akan kisah yang sedang disaksikan.
                
Layar laptopku masih setia menemani. Film yang mungkin tergolong lawas masih terputar apik di sana. Ya mungkin tidak terlalu lawas, namun mengingat banyaknya produksi film saat ini membuat film yang baru saja diputar sudah nampak jadul ketika film yang lainnya mulai bermunculan.

Tampan Tailor, sebuah film yang sarat makna, tak sesederhana judulnya. Film yang dibintangi Vino G. Bastian ini menceritakan tentang sosok ayah yang berjuang merawat buah hatinya, semenjak kematian istrinya karena kanker. Rumah dan gerai tempat Topan, nama Vino dalam film tersebut, bekerja sebagai penjahit juga harus rela untuk dijual demi biaya pengobatan sang istri. Tak hanya merawat, Topan juga mempunyai cita-cita besar yaitu mewujudkan mimpi istrinya agar Bintang, anak Topan, menjadi orang yang sukses dan terpelajar.

Saya tak mau bercerita banyak akan alur film ini. Perjalanan pahit, manis, dan kombinasi keduanya berjalan begitu indah dalam perjalanan hidup Topan. Ketegarannya dan ketabahanya menggambarkan ayah yang tidak biasa, namun ayah yang luar biasa. Tak terasa semua terus mengalir sampai cerita indah mengakhiri kisah mereka. 

Jadi teringat ayah di rumah. Bekerja sekuat tenaga untuk kita anaknya. Lelah tubuh, jiwa sungguh tak nampak dihadapan kita. Mereka bekerja dengan hati. Semua mereka jalani untuk kebahagian kita. Senyum kita ketika dia pulang, sudah menjadi obat yang sangat ampuh untuk menghilangkan semua penat. Sungguh aku bangga padamu ayah.

Maafkan anakmu ini yang terkadang sering membangkan, jarang mendengar nasihat, dan bahkan sering berkata tidak pantas. Doakan kami agar menjadi anak yang dapat membahagiakanmu. Membahagiakan dunia dan akhiratmu. Iringi setiap langkah kami dengan lembutnya doamu. Sekali lagi maafkan kami dan doakan kami, wahai ayahku. 

Sunday, October 19, 2014

Kau yang Tak Biasa

"Kau yang ku rindu"
Kau telah buktikan bahwa kau memang tak biasa, kau telah buktikan bahwa alammu memang pantas untuk dikenang, dan kau telah buktikan bahwa pertemuan dengan mu tak sewajarnya untuk dilupakan. Kau terkenang begitu dalam, mungkin sampai mengendap dan sangat sulit untuk dibersihkan."

"Waktu yang sudah berlalu, kurang lebih lima minggu lamanya, telah menjadi saksi bahwa kau sungguh sangat tegar. Mencekram sangat kuat dalam setiap relung hati. Setiap saat kau selalu berlari dan berputar dalam benak ini, mengoda hati, mengingatkan kembali, dan aku hanya termenung sendiri mengingat semuanya."
                
"Benar memang adanya, ku akui semuanya, bahwa aku memang masih merindukan mu. Masih mengingat setiap kesan yang kau beri. Belaian angin, suara ombak, gambaran pulau-pulau, masih ketara jelas dalam pikiran ini. Sungguh Kau nampak tak biasa, semua lekuk polamu betul-betul tak biasa."
                
"Beruntung lisan ini masih senantiasa berbalas, masih mengetahui kabar mu nan jauh di sana. Mendengar sedikit cerita tentangmu, membuat kau serasa masih di depan mata, jarak yang jauh sudah kalah oleh kuatnya ikatan hati."

"Melihatmu kembali, mengingatmu kembali, dan membayangkanmu kembali semakin membuat rindu hati. Semoga kau tak lekas lupa, karena kami di sini selalu berusaha untuk senantiasa mengingatmu. Mengingat dalam kenangan."

Friday, October 3, 2014

KKN-PPM UGM Unit PPB 01, "Kenangan"



       Bangsa ini kaya, maka kayakanlah penduduknya. Bangsa ini besar, maka besarkanlah hati penduduknya. Semua makna itu kami temui, berkat program KKN ini. Program yang tak hanya membuka mata, tetapi juga membuka hati.  Terimakasih Kampung Fafanlap yang mau menerima kami dengan segala kekurangan. Banyak pelajaran kami dapatkan dari mu. Rasa kepedulian, kebersamaan, keteguhan, dan cinta bisa kami dapatkan di sana. Alam mu indah begitu juga dengan hati mu. Semoga kelak kita bisa dipertemukan kembali, dalam lembaran kisah yang lebih indah dan terkenang. Salam dari kami kumpulan mahasiswa KKN PPM UGM 2014 yang sampai saat ini masih “terpele”, karena berpisah dengan mu. 

Monday, September 29, 2014

Kesan di Suatu Malam

"Malam yang indah, tapi sayang...."
Malam ini yang entah tanggal berapa. Juga rasanya tak terlalu penting, hanya semakin mengingatkan akan jadwal pengerjaan skripsi yang kini juga masih dalam proses pengerjaan. Udara cukup dingin, cukup membuat badan sedikit bergetar, semakin bergetar tubuh ini ketika dihentakkan musik yang berasal dari sound system yang mengiringi beberapa penari di acara Jogja street dance.
                
Acara Jogja street dance adalah suatu pagelaran berbagai jenis tarian yang berasal dari beberapa negara. Tarian pada malam itu mempertunjukan tarian tradisional. Kebetulan pada malam itu hanya mempertunjukan tarian dari negara Indonesia dan Australia. Acara ini memang acara rangkain yang digelar selama tiga hari berturut-turut.
                 
Riuh suara penonton pun semakin ramai ketika penari pertama masih ke panggung. Tarian yang pertama ini berasal dari daerah bekasi, entah namanya apa saya lupa, karena dirasa kurang penting untuk diingat. Tarian yang di sajikan oleh beberapa wanita dan beberapa laki-laki, tampak dengan lincahnya berlenggak-lenggok kesana kemari. Mereka menampilkan kepiawaiyannya dalam mengolah seni gerak tubuh. Semakin menarik tarian tersebut karena disertai tubuh molek yang tak terbalut pakaian seutuhnya.
                
Tarian selanjutnya ditampilkan oleh seorang wanita kebangsaan Jepang. Apa nama tariannya dan menggambarkan makna apa tarian itu? Sama sekali aku tak ingin tau. Saat tarian jepang ini berlangsung, riuhnya suara penonton tak lagi seramai saat tarian pertama. Mungkin ini disebabkan musik pada tarian jepang ini juga tak seheboh tarian yang berasal dari Bekasi. Semua tampak lebih tenang, tarian pun hanya sekedar gerakan tak jelas. Bergerak kesana kemari mengelilingi panggung yang ukurannya tak seluas lapangan bulutangkis. Entah mengapa saat menonton tarian ini, rasa gelisah tak seperti yang pertama, mungkin karena tubuh penari yang lebih terbalut pakaian. Walaupun muka masih terbuka. Ya wajarlah, penari itu orang Jepang yang entah apa agamnya, aku pun tak tau.
                
Tarian kedua dan ketiga dilakukan oleh orang yang sama. Seorang perempuan, berparas India namun dia berasal dari Australia. Perempuan tersebut menampilkan tarian bernuasa India. Tarian yang mengkombinasikan antara permain mata, keluwesan tangan, dan hentakan kaki. Aku memang bukan seorang pengamatan tarian, jadi wajar selama berjalannya acara tersebut, sedikit pun aku tak paham akan maknanya. Hanya menonton saja, bahkan saya lebih tertarik mengamati polah penonton yang sungguh menggambarkan keadaan remaja Indonesia saat ini.
                 
Datanglah waktunya pementasan tarian yang terakhir. Tarian yang kembali ditampilkan oleh orang indonesia, dengan pakaian yang lebih terbuka, yang hanya tertutupi mulai dari atas dada sampai di atas mata kaki. Baju yang dikenakan juga tak kalah ketat dibandingkan balutan selendang pada bayi, yang berusaha agar tubuhnya tak bengkok karena pertumbuhan yang tak teratur. Motifnya memang pakaian tradisional, namun tetap saja di mata ini penilaian tidak akan berubah.
                 
Selama berjalannya acara, badan ingin sekali pergi. Meninggalkan tempat itu dan mencari tempat yang dapat menenangkan tubuh. Kala itu perasaan sungguh gelisah, entah mengapa aku bisa sampai tempat ini? Tempat yang menampilkan kemolekan wanita, dan semua menonton entah dengan pandangan apa? Pada malam itu pikiran ku terus melayang, memikirkan sesuatu yang sepertinya juga bukan urusanku. Mengapa banyak wanita dengan mudahnya membuka aurat mereka. Aku memang bukan pria yang sempurna, masih banyak kesalahan dalam diri ini. Namun aku selalu berdoa kepada Allah, semoga aku diberikan jodoh yang sholihah. Setia menjaga setiap lekuk tubuhnya hanya untuk suami tercinta. Tak mengobralnya kesana kemari, mencari pandangan lelaki lain.
                 
Apa memang sudah begini keadaan dunia? Sepertinya memang begitu. Ketika wanita tak lagi menjaga kemuliaanya. Wanita bersuami dan wanita berpacaran sekarang sudah kabur dan sangat sulit dibedakan. Mereka dengan bangganya memamerkan kemesraan yang belum syah ikatannya. Berbonceng kesana kemari, merangkul dengan eratnya. Ah buat iri saja. Kami memang lelaki jomblo, yang setia menjaga kehormatan sampai akhirnya menemukan cinta pertama sekaligus cinta terakhir. Kami lelaki yang akan menguatkan mental untuk menemui orang tua sang bidadari. Bidadari yang akan menjadi tambatan hati. In sya Allah kebahagian buat kamu penjaga kehormatan dari dunia sampai akhirat.


Saturday, September 27, 2014

Separuh Hati, Sang Pembawa Pesan

"Pergilah dan sampaikan pesanku"
Pergilah kau wahai separuh hati. Tinggalkan tempat mu dan sampaikanlah pesan ku. Tak usah kau pikirkan teman mu separuh hati yang lain, biarkan dia di sini menjaga sepenuh tubuhku.

Pergilah kau wahai separuh hati. Temui dia, sepenuh hati yang lain yang kini menjadi harapan ku. Sampaikanlah semuanya dan jangan ada yang tersisa. Sampaikan rasa yang kini merasuk dalam tubuh, ketika dia berada jauh.

Pergilah kau wahai separuh hati. Sampaikan semua apa adanya, jangan kau tutup-tutupi. Apabila kau jumpai noda maka hilangkanlah, dan apabila kau jumpai cahaya maka tambahlah terangnya.

Pergilah kau wahai separuh hati. Pergilah dengan hati tulus dan jangan kau nodai. Jangan kau khawatirkan separuh hatimu yang berada di sini, biarkan ku menjaganya. Sekarang, semua yang ada dalam pikiranku masih sama dengan pesan yang ada pada dirimu. Masih sama, dan belum ada yang menggantikan.

Pergilah kau wahai separuh hati. Tubuh ini masih kuasa dengan separuh hati yang kau tinggalkan. Tak mungkin dia ku kirim dengan tujuan yang sama denganmu. Lalu siapa yang menopang diri ini, pasti mati karena ditinggalnya pergi.

Pergilah kau wahai separuh hati. Sampaikan niat itu dan bersegeralah pulang. Aku terima semua yang terjadi, dan janganlah kau merasa sedih. Karena mungkin sepenuh hati yang disana belum tentu memiliki rasa yang sama, jadi terimalah.

Pergilah kau wahai separuh hati. Apabila niat baik itu diterima dengan hati terbuka. Kau juga harus segera kembali. Bawalah sepenuh hati yang di sana, temukanlah dengan separuh hati yang kau tinggalkan di sini. Pasti dia akan terseyum dan merasa bahagia.

Pergilah kau wahai separuh hati. Kini kami siap menunggu, segala hasil yang kau bawa. Menunggu dengan senyuman. Bersegeralah pulang wahai kau separuh hati,  separuh hati sang pembawa pesan.

Wednesday, September 24, 2014

Semoga Hanya Prasangka


Semua terasa sudah gila, ketika rasa cinta tak lagi menjadi barang yang istimewa. Semua dicoba hanya sekedar bahan pamer saja. Entah aku berprasangka buruk, yang pasti itu yang kurasa saat ini.

Jangan salahkan aku, apabila ku punya rasa ini. Rasa yang kurasa juga membebani. Rasa ku bukan rasa yang biasa. Ku memilikinya karena memang ku cinta. Tanpa nafsu, melihat kekayaan, kecantikan, tapi rasa itu datang dan entah mengapa terasa memabukkan.
                 
Aku bingung, sungguh ku bingung. Coba semua ku renungi sepenuh hati. Hasilnya tetap saja sama, rasa itu masih saja ada, dan sangat sulit bagi ku melupakannya. Sekali lagi jangan salahkan ku.
                 
Jangan kau tebar cinta tanpa pertimbangan. Jangan kau jual cinta ke sembarang orang. Cinta itu bukan barang dagangan. Kau harus menjaganya dan betul-betul menjaganya. Aku sungguh takut kalau kau adalah orang yang pencoba. Mencoba sana sini, tetapi tidak dengan hati.
                
Kau harus tahu, bahwa ku menahan rasa ini karena aku khawatir akan dirimu, makanya aku menunggu. Ternyata perkiraan ini salah, ternyata kau lebih dari prasangka ku.
                 
Kini ku tetap pada prinsip ku yang pertama. Semua tetap berjalan, tanpa perlu rasa berlebihan. Kau sudah ku anggap saudara, entah berasal dari cinta atau bukan, entahlah jangan kau tanya aku.
                
Setelah ku tau semua, entah mengapa hati tetap seperti ini. Cinta masih ada, dan semuanya masih berbunga. Mungkin ku masih menyimpan harapan atau mungkin aku sudah dibutakan. Sekali lagi jangan kau tanyakan aku.
                 
Apabila ada yang berkata tidak pantas, aku tanya dimana letak tidak pantasnya? Semua ku jalani tanpa ada yang terlukai. Dengarlah aku, dengarlah hatimu. Sungguh kau mulia, jadi tolong jangan kau nodai.